Rabu, 10 Desember 2014

MANAJEMEN SEKOLAH



MANAJEMEN SEKOLAH
(MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA)
1.      Konsep Manajemen Sarana dan Prasarana
   Ketersediaan sarana dan prasarana merupakan salah satu komponen penting yang harus terpenuhi dalam menunjang sistem pendidikan. Menurut Ketentuan Umum Permendiknas no. 24 tahun 2007, sarana adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-pindah, sedangkan prasarana adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi sekolah/madrasah. Sarana pendidikan antara lain gedung, ruang kelas, meja, kursi serta alat-alat media pembelajaran. Sedangkan yang termasuk prasarana antara lain seperti halaman, taman, lapangan, jalan menuju sekolah dan lain-lain. Tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar mengajar, maka komponen tersebur merupakan sarana pendidikan.
Manajemen sarana dan prasarana pendidikan bertugas mengatur dan menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan kontribusi secara optimal dan berarti pada jalannya proses pendidikan. kegiatan pengelolaan ini meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan, pengawasan, inventarisasi dan penghapusan serta penataan ( Mulyasa, 2011:50).
Manajemen sarana dan prasarana yang baik diharapkan dapat menciptakan sekolah yang bersih, rapi, dan indah sehingga menciptakan kondisi yang menyenangkan baik bagi guru maupun murid untuk berada di sekolah. Di samping itu juga diharapkan tersedianya alat-alat atau fasilitas belajar yang memadai secara kuantitatif, kualitatif dan relevan dengan kebutuhan serta dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan proses pendidikan dan pengajaran, baik oleh guru sebagai pengajar maupun peserta didik sebagai pelajar. Oleh karena itu, perlu diperhatikan persyaratan pengadaan sarana dan prasarana dengan membuat daftar prioritas keperluan pada setiap sekolah oleh tim dan tenaga kependidikan yang profesional pada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dengan melakukan “need assesment” sekolah.
Permasalahan yang terjadi dalam lembaga pendidikan terkait dengan manajemen keuangan antara lain sumber dana yang terbatas, pembiayaan program yang tersendat, tidak mendukung visi, misi dan kebijakan sebagaimana tertulis dalam rencana strategis lembaga pendidikan. Di satu sisi lembaga pendidikan perlu dikelola dengan baik (good governance), sehingga menjadi lembaga pendidikan yang bersih dari berbagai penyimpangan yang dapat merugikan pendidikan.
2. Fungsi Manajemen Sarana dan Prasarana
a.      Perencanaan/Analisis Kebutuhan
Perencanaan merupakan kegiatan analisis kebutuhan terhadap segala kebutuhan dan  perlengkapan yang dibutuhkan sekolah untuk kegiatan pembelajaran peserta dan didik dan kegiatan penunjang lainnya. Kegiatan ini dilakukan secara terus-menerus selama kegiatan sekolah berlangsung. Kegiatan ini biasa dilakukan pada awal tahun pelajaran dan disempurnakan tiap triwulan atau tiap semester. Perencanaan dapat dilakukan oleh kepala sekolah, guru kelas dan guru-guru bidang studi dan dibantu oleh staf sarana dan prasana.
1)      Prosedur Perencanaan
·      Mengadakan analisa materi dan alat/media yang dibutuhkan
·       Seleksi terhadap alat yang masih dapat dimanfaatkan
·      Mencari dan atau menetapkan dana
·      Menunjuk seseorang yang akan diserahkan untuk mengadakan alat dengan pertimbangan keahlian dan kejujuran.
2)      Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan sarana dan prasarana pendidikan
·      Perencanaan pengadaan barang harus dipandang sebagai bagian integral dari usaha kualitas proses belajar mengajar
·      Perencanaan harus jelas, kejelasan suatu rencana dapat dilihat pada:
·      Tujuan dan sasaran atau target yang harus dicapai, penyusunan perkiraan biaya/harga keperluan pengadaan
·      Jenis dan bentuk tindakan/kegiatan yang akan dilaksanakan
·       Petugas pelaksanaan
·      Bahan dan peralatan yang dibutuhkan
·      Kapan dan dimana kegiatan akan dilaksanakan
·      Bahwa suatu perencanaan harus realistis
·      Rencana harus sistematis dan terpadu
·      Rencana harus menunjukkan unsur-unsur insani ataupun noninsani yang baik
·      Memiliki struktur berdasarkan analisis
·       Berdasarkan atas kesepakatan dan keputusan bersama pihak perencana
·      Fleksibel dan dapat menyesuaikan dengan keadaan, perubahan situasi dan kondisi yang tidak disangka-sangka
·      Dapat dilaksanakan dan berkelanjutan
·       Menunjukkan skala prioritas
·      Disesuaikan dengan flapon anggaran
·      Mengacu dan berpedoman pada kebutuhan dan tujuan yang logis
·      Dapat didasarkan pada jangka pendek (1 tahun), jangka menengah (4-5 tahun), dan jangka panjang (10-15 tahun)
b.      Pengadaan
Pengadaan adalah proses kegiatan mengadakan sarana dan prasarana yang dapat dilakukan dengan cara-cara membeli, menyumbang, hibah dan lain-lain. Pengadaan sarana dan prasarana dapat  bebrbentuk pengadaan buku, alat, perabot dan bangunan. Contohnya dapat dilihat pada bagan berikut:
Bagan Pengadaan perlengkapan
c.       Penginvetarisasian
Penginvetarisasian adalah kegiatan melaksanakan penggunaan, penyelenggaraan, pengaturan dan pencatatan barang-barang, menyusun daftar barang yang menjadi milik sekolah ke dalam satu daftar inventaris barang secara teratur. Tujuannya adalah untuk menjaga dan menciptakan tertib administrasi barang milik negara yang dipunyai suatu organisasi. Yang dimaksud dengan inventaris adalah suatu dokumen berisi jenis dan julah barang yang ebrgerak maupun yang tidak bergerak yang menjadi milik negara dibawah tanggung jawab sekolah.
d.      Penggunaan atau Pemanfaatan Sarana dan Prasarana
Penggunaan sarana dan prasarana adalah pemanfaatan segala jenis barang yang sesuai dengan kebutuhan secara efektif dan efisien. Dalam hal pemanfaatan sarana, harus mempertimbangkan beberapa hal, antara lain tujuan yang akan dicapai, kesesuaian antar media yang akan digunakan dengan materi yang akan dibahas, tersedianya sarana dan prasarana penunjang dan karakteristik siswa
e.       Pemeliharaan
Pemeliharaan adalah kegiatan merawat, memelihara dan menyimpan barang-barang sesuai dengan bentuk-bentuk jenis barangnya sehingga barang tersebut awet dan tahan lama. Pihak yang terlibat dalam pemeliharaan barang adalah semua warga sekolah yang terlibat dalam pemanfaatan barang tersebut. Dalam pemeliharaan, ada hal-hal khusus yang harus dilakukan oleh petugas khusus pula, seperti perawatan alat kesenian (piano, gitar, dan lain-lain). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan telah memberi Panduan Manajemen Sekolah perawatan preventif di sekolah dengan cara membuat tim pelaksana, membuat daftar sarana dan prasarana, menyiapkan jadwal kegiatan perawatan, menyiapkan lembar evaluasi untuk menilai hasil kerja perawatan pada masing-masing bagian dan memberikan penghargaan bagi mereka yang berhasil meningkatkan kinerja peralatan sekolah dalam rangka memningkatkan kesadaran merawat sarana dan prasarana sekolah.
f.       Penghapusan
Penghapusan barang inventaris adalah pelepasan suatu barang dari kepemilikan dan tanggung jawab pengurusnya oleh pemerintah ataupun swasta. Penghapusan barang dapat dilakukan dengan lelang dan pemusnahan.
Adapun syarat-syarat penghapusan antara lain:
a. Barang-barang dala keadaan rusak berat
b. Perbaikan suatu barang memerlukan biaya besar
c. Secara teknis dan ekonomis kegunaannya tidak sesuai lagi dengan biaya pemeliharaan
g.      Pertanggungjawaban
Penggunaan barang-barang sekolah harus dipertanggungjawabkan dengan cara membuat laporan penggunaan barang-barang tersebut yang diajukan pada pimpinan.



Comment:
Dewasa ini pengadaan sarana dan prasarana di sekolah belum merata, masih banyak sekolah pinggiran yang memiliiki sarana prasarana yang sangat minim, sehingga memiliki fasilias kurang memadai. Hal tersebut terjadi dalam lembaga pendidikan mungkin karena manajemen yang kurang baik, terkait dengan manajemen keuangan antara lain sumber dana yang terbatas, pembiayaan program yang tersendat, tidak mendukung visi, misi dan kebijakan sebagaimana tertulis dalam rencana strategis lembaga pendidikan. Di satu sisi lembaga pendidikan perlu dikelola dengan baik (good governance), sehingga menjadi lembaga pendidikan yang bersih dari berbagai penyimpangan yang dapat merugikan pendidikan.

Kesimpulan:
Sarana adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-pindah, sedangkan prasarana adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi sekolah/madrasah. Sarana pendidikan antara lain gedung, ruang kelas, meja, kursi serta alat-alat media pembelajaran. Sedangkan yang termasuk prasarana antara lain seperti halaman, taman, lapangan, jalan menuju sekolah dan lain-lain. Tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar mengajar, maka komponen tersebur merupakan sarana pendidikan.
 Manajemen sarana dan prasarana adalah manajemen sarana sekolah dan sarana bagi pembelajaran, yang meliputi ketersediaan dan pemanfaatan sumber belajar bagi guru, siswa serta penataan ruangan-ruangan yang dimiliki. Manajemen sarana dan prasarana pendidikan bertugas mengatur dan menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan kontribusi secara optimal dan berarti pada jalannya proses pendidikan. kegiatan pengelolaan ini meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan, pengawasan, inventarisasi dan penghapusan serta penataan




MANAJEMET SUMBER DANA SEKOLAH

Pentingnya pembiayaan pendidikan dalam keseluruhan program peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Pembiayaan pendidikan merupakan komponen yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Pembiayaan pendidikan yang bersifat makro maupun mikro haruslah tepat dan adil dan mengarah pada tujuan pendidikan nasional. Anatomi pembiayaan baik makro maupun mikro harus dipahami secara benar sehingga para pengambil keputusan sungguh dapat menghasilkan kebijakan yang tepat guna. Diperlukan suatu penelitian atau studi yang mendalam khususnya saat menentukan kebijakan pembiayaan pendidikan yang bersifat mikro, yaitu pada tataran lembaga/sekolah. Pada umumnya penelitian lebih terfokus pada pembiayaan pendidikan dalam skala makro (Supriadi, 2010:4). Disadari sepenuhnya bahwa berdasar studi pada sekolah-sekolah negeri pada tahun 2002 ditemukan suatu fakta: tingginya peranan keluarga dalam pembiayaan pendidikan. Bahkan kalau dihitung dan dibandingkan dengan subsidi pemerintah, biaya pendidikan dari orangtua lebih banyak jumlahnya (Supriadi, 2010:5). Kenyataan ini tentu ikut mempengaruhi kebijakan pembiayaan pendidikan pada tahun-tahun berikutnya.
Konsep biaya pendidikan ini dapat dibedakan dengan cara mengelompokkan biaya yang terjadi, yaitu:
a)             social and private cost,
b)             opportunity cost and money cost,
c)              explicit and implicit costs
Dalam kenyataannya, pengkategorian biaya pendidikan tersebut dapat “tumpang tindih”; misalnya ada biaya pribadi dan sosial yang bersifat langsung dan tidak langsung serta berupa uang dan bukan uang, dan ada juga biaya langsung dan tidak langsung serta biaya pribadi dan biaya social yang dalam bentuk uang maupun bukan uang (Supriadi, 2010: 4).
Pengeluaran sekolah berkaitan dengan pembayaran keuangan sekolah untuk pembelian berbagai macam sumberdaya atau masukan (input) proses sekolah seperti tenaga administrasi, guru-guru, bahan-bahan, perlengkapan-perlengkapan dan fasilitas. Biaya menggambarkan nilai seluruh sumberdaya yang digunakan dalam proses sekolah apakah terdapat dalam anggaran sekolah dan pengeluaran atau tidak.  Dilihat dari sumber-sumbernya, biaya pendidikan pada tingkat makro berasal dari:
a)              pendapatan Negara dari sector pajak,
b)             pendapatan Negara dari sector non pajak,
c)             keuntungan dari sector barang dan jasa dan
d)            usaha-usaha Negara lainnya.
Sementara di tingkat daerah, baik tingkat satu maupun tingkat dua berasal dari kucuran dana dari pusat beserta yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sementara dalam tataran sekolah, baik sekolah swasta maupun negeri pada dasarnya berasal dari subsidi pemerintah pusat, pemerintah daerah, iuran siswa dan sumbangan masyarakat (Supriadi, 2010: 4). Mengacu pada perundang-undangan yang berlaku, negaralah yang paling bertanggung jawab atas pembiayaan pendidikan secara makro. Akan tetapi peran masyarakat untuk ikut serta bertanggung jawab terhadap kelangsungan pendidikan juga tidak boleh dimatikan. Ketentuan dalam UU Sisdiknas Bab VIII tentang Wajib Belajar, Pasal 34 menyatakan bahwa setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar; Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat. Ketentuan tersebut kemudian diikuti oleh kebijakan-kebijakan lain seperti BOS (Biaya Operasional Sekolah). Kebijakan BOS secara umum sangat membantu sekolah dan orangtua murid. Namun kala kebijakan ini langsung dilanjutkan dengan program sekolah gratis maka menimbulkan benturan-benturan di lapangan. Penyelenggaraan pendidikan bukan semua ditangani negara, bahkan yang ditangani oleh masyarakat (swasta) jumlahnya jauh lebih besar. Sekolah-sekolah swasta juga selalu disebut-sebut sebagai mitra pemerintah, karena memang kenyataannya sekolah-sekolah swasta dan sekolah-sekolah negeri sama-sama membina anak-anak bangsa. Sekolah-sekolah swasta membutuhkan kebijakan khusus berkaitan dengan program BOS jka keberadaannya masih tetap dibutuhkan. Sebenarnya, sekolah-sekolah negeri pun mengalami masalah serupa, terutama ketika mereka tidak boleh menarik iuran sama sekali. Akhirnya di lapangan muncul berbagai trik kebijakan untuk memayungi penarikan iuran. Salah satu yang juga disorot adalah keberadaan sekolah bertaraf Internasional yang diberi keleluasaan menarik iuran. Alhasil, sekolah-sekolah tersebut bersifat eksklusif. Padahal pendidikan adalah hak setiap warga negara. Menurut Renstra Kementerian Pendidikan tahun 2010 – 2014, khususnya berkaitan dengan Strategi Pendanaan Pendidikan diatur hal-hal pokok seperti berikut;
1)             Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
2)             Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat (UU Sisdiknas).
3)             Bagi satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat ada komponen pendanaan yang ditanggung oleh penyelenggara/masyarakat yang bersangkutan dan ada pula yang perlu mendapat dukungan dari pemerintah.
4)             Pendanaan pendidikan juga menjadi tanggung jawab peserta didik dan orangtua peserta didik, untuk biaya-biaya khusus seperti biaya pribadi.
5)             Pendanaan pendidikan dapat pula diperoleh dari masyarakat di luar penyelenggara pendidikan.
Mengacu pada kebijakan “sekolah gratis” yang didengungkan pada awal 2009 oleh pemerintah, sesungguhnya ada hal-hal yang harus dikritisi dan jika perlu dilakukan penelitian lebih mendalam. Dari kebijakan tersebut seolah-olah pembiayaan pendidikan dapat ditanggung oleh Negara (pemerintah pusat dan daerah). Biaya pendidikan di tingkat sekolah berasal dari tiga sumber yaitu pemerintah, keluarga peserta didik dan masyarakat. Menurut Dedi Supriadi (2010: 26) penghitungan biaya pendidikan dewasa ini cenderung bias dana pemerintah dengan mengabaikan daa yang berasal dari keluarga peserta didik dan masyarakat. Dana yang berasal dari keluarga peserta didik dan masyarakat cenderung kurang diangkat, sekaan-akan tidak sepenting dana dari pemerintah. Kalaupun kontribusi keluarga dan masyarakat diperhitungkan, terbatas pada sumbangan yang dikelola oleh Komite Sekolah. Padahal dana yang dibelanjakan langsung oleh keluarga dan masyarakat tidak pernah dihitung secara cermat. Klemahan penghitungan dana pendidkan secara demikian mengandung kelemahan memprediksi jumlah riil biaya yang benar-benar digunakan untuk mendukung penyelenggraaan pendidikan, karena mengabaikan kontribusi orangtua (Supriadi, 2010:27).
Pembiayaan pendidikan di sekolah swasta. Sekolah swasta adalah lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat (bukan Negara). Penyelenggaraan Sekolah swasta di Indonesia dilakukan oleh beranekaragam pihak, yaitu: yang memiliki latar belakang keagamaan, kebudayaan/kedaerahan, sekolah yang diselenggarakan oleh organisasi wanita dan sekolah yang merupakan bagian dari suatu organisasi besar dengan beraneka ragam latar belakang pula. Dari perspektif manajemen penyelenggaraan pendidikan keragaman latar belakang itu berkaitan dengan kemampuan finansial kompetensi professional, dan akuntabilitas penyelenggaraan terhadap pemakai jasa pendidikan. Dalam keragaman itu pula, badan-badan penyelenggara pendidikan swasta dihadapkan dengan kewajiban mengimplementasikan salah satu strategi pokok kebijakan pendidikan nasional, yaitu peningkatan mutu pendidikan sekaligus mengimplementasikan kebijakan pembiayaan pendidikan. Jumlah sekolah formal umum yang diselenggarakan oleh swasta berkembang cukup pesat. Sekolah swasta di Indonesia, selain memiliki akar sejarah yang kuat juga memiliki berbagai keuntungan dalam hal jaminan perundang-undangan, sifatnya yang manageable untuk peningkatan mutu dan difusi gagasan, pengelolaannya lebih otonomi, jalur birokrasinya lebih pendek, dan adanya keleluasaan berinovasi ke arah peningkatan mutu dan kinerja sekolah. Namun jika berhadapan dengan program pemerintah mengenai sekolah gratis, pengelolaan sekolah swasta menghadapi kendala yang serius. Ini terjadi jika tidak ada kebijakan lanjutan yang sungguh mempertimbangkan posisi perguruan swasta sebagai mitra sekolah-sekolah negeri. Pada dasarnya sekolah swasta membiayai operasional sekolahnya secara mandiri. Jika sekolah-sekolah swasta berada dalam suatu korporasi bisa terjadi subsidi silang antar sekolah dalam satu naungan. Kebijakan BOS di satu sisi membantu sekolah-sekolah swasta dalam pembiayaan operasional. Orangtua juga terbantu karena dana BOS juga digunakan untuk meringankan iuran orangtua. Berbagai kebutuhan dan fasilitas belajar peserta didik juga sangat terbantu dengan adanya dana BOS. Namun, tatkala kebijakan BOS dibarengi dengan kebijakan sekolah gratis, bagi sekolah-sekolah swasta menjadi masalah besar, meskipun pemerintah menetapkan sekolah gratis sementara ini hanya untuk SD dan SMP Negeri. Sekolah-sekolah negeri sejauh ini biaya personalia ditanggung oleh negara. Oleh sebab itu dana BOS secara teoritis sudah dapat menutup biaya operasional sekolah. Sementara itu sekolah-sekolah swasta menanggung seluruh pembiayaan, termasuk biaya personalia. Maka, jika memang benar kebijakan BOS dimaksudkan untuk membuat pendidikan gratis, sekolah-sekolah swasta berada dalam kesulitan. Kesulitan-kesulitan itu antara lain : sekolah swasta terancam kehilangan murid, karena sebagian murid mencari sekolah gratis. Atau jika sekolah-sekolah swasta ikut menggratiskan seluruh siswa, operasional sekolah terancam kelangsungannya. Hal ini tidak terjadi jika anggaran pendidikan yang dikeluarkan oleh negara sungguh mampu menutup seluruh biaya pendidikan. Permasalahan yang dihadapi sekolah-sekolah swasta pada masa sekarang bukan hanya masalah pembiayaan, tetapi juga kualitas dan ketersediaan peserta didik yang memadai. Teori yang mengatakan bahwa sekolah negeri dan swasta sama-sama dikembangkan oleh Negara perlu dipertanyakan secara kritis. Dana block grant yang selalu didengungkan belum mampu menjangkau seluruh sekolah yang membutuhkan. Akibatnya, sekolah-sekolah swasta akan semakin terpuruk. Sekolah-sekolah swasta yang lemah pelan-pelan akan tutup. Sekolah swasta yang semula kuat pelan-pelan akan melemah. Penyebabnya, lemah dari pembiayaan sehingga kualitas sarana prasarana tertinggal, SDM terbelakang, kekurangan peserta didik dan akhirnya pelan-pelan bangkrut. Tentu tidak bisa dipungkiri, ada pula sekolah-sekolah swasta yang tetap tegar di tengah persaingan. Tetapi sampai kapan?
Menjaga Eksistensi lembaga-lembaga pendidikan yayasan Mardi Wiyata
Sekolah-sekolah Mardi Wiyata adalah sekolah-sekolah swasta yang tersebar di tiga provinsi, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur dan Sumatera Selatan. Sekolah-sekolah yang bernaung di bawah yayasan Mardi Wiyata terdiri atas Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Sekolah yang berjumlah 20 itu tersebar di kota-kota Kediri, Malang, Surabaya, Ende, Maumere, Podor (Larantuka), Sumba dan Palembang. Menurut data statistik yayasan Mardi Wiyata pada tahun 2009/2010 sekolah-sekolah Mardi Wiyata memiliki peserta didik sejumlah 10.812 orang dengan 731 orang guru/pegawai. Sekolah-seklah Mardi Wiyata yang berada di kota Malang terdiri atas 6 sekolah yaitu 1 (satu) Taman Kanak-kanak, 2 (dua) Sekolah Dasar, 2 (dua) Sekolah Menengah Pertama dan 1 (satu) Sekolah Menengah Atas. Sebagai suatu lembaga pendidikan yang telah berusia lebih dari 50 tahun, yayasan Mardi Wiyata harus mampu memamage pembiayaan sehingga mampu menghidupi dan dihidupi sekolah-sekolah yang bernaung di bawahnya. Sistem subsidi silang yang pada era 2000-an mulai digalakkan ternyata mampu menghidupi lembaga ini. Sekolah-sekolah yang memiliki kelebihan dana memiliki peran besar dalam menghidupi sekolah-sekolah yang secara ekonomi lemah. Kebijakan yayasan yang sentralistik, terutama dalam hal pembiyaan pendidikan sungguh mampu mewadahi berbagai karakteristik sekolah-sekolah yang terbentang di beberapa pulau besar Indonesia itu. Dengan demikian, meski dalam hal pemasukan keuangan, beberapa sekolah mengalami devisit akibat situasi ekonomi sebagian besar orangtua peserta didik berada di level ekonomi lemah, namun tetap survive. Justru sekolah-sekolah tersebut dikembangklan dan dipertahankan sebagai sarana yayasan mengabdikan diri kepad masyarakay yang lemah dan berkekurangan. Tentu hal ini berjalan lancar jika tampuk pimpinan yayasan memiliki wawasan luas dalam manajemen pendidikan sekaligus dalam humanisme.
Upaya Menggali Sumber Dana Bagi Lembaga-lembaga Swasta. Tidak ada pilihan lain bagi sekolah swasta kecuali berupaya menggali sebanyak mungkin sumber dana demi kelangsungan perguruan swasta sehinga tetap eksis di tengah persaingan yang sering sangat tidak sehat ini. Pemilik dan pengelola lembaga swasta pada saat ini tidak sekedar berhadapan dengan kesulitan pembiayaan tetapi juga daya saing dan kelangsungan lembaganya. Semua itu saling terkait satu sama lain sehingga perlu penanganan yang menyeluruh dan simultan. Penanganan pembiayaan demikian akan mampu mempertahankan eksistensi lembaga bahkan mengembangkannya sehingga mampu bersaing di era global ini. Sekolah swasta bukanlah sekolah yang otomatis kalah dalam persaingan, meski dengan sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh negara. Belajar dari sekolah-sekolah yang bernaung di bawah yayasan Mardi Wiyata, beberapa kiat berikut akan mampu mengatasi kesulitan pembiayaan sekolah;
a)             Pengelolaan pembiayaan pendidikan secara sentralistik (terpusat)
b)             Manajemen keuangan yang akuntabel dan profesional.
c)             Adanya pemetaan kemampuan finansial bagi sekolah-sekolah yang bernaung di bawah yayasan, upaya menjaga kesuburan dan kredibilitasnya.
d)            Kecuali ketiga hal tersebut di atas yayasan pendidikan dan sekolah tetap berusaha maksimal menggali sumber dana pendukung (di luar SPP) demi pengembangan yayasan dan sekolah tersebut; Investasi, Penggalangan dana abadi dari alumni, Penggalangan dan insidental, Sistem “kakak asuh”, Mencari donatur ke luar negeri melalui lembaga-lembaga resmi, Usaha-usaha lain.
Peran Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam upaya menggali sumber dana. Pertama-tama harus disadari bahwa peran MBS bagi sekolah negeri dan sekolah swasta memiliki nuansa yang sedikit berbeda. Di sekolah negeri, peran masyarakat sebagai salah satu pemangku kepentingan perlu ditonjolkan, baik dalam pengawasan maupun dalam penyusunan suatu kebijakan. Namun di sekolah swasta, peran yayasan sangat besar karena yayasan adalam pemilik sekaligus sebagai pihak yang bertanggung jawab bagi kelangsungan hidup sekolah. Yayasan penyelenggara pendidikanlah yang sering harus mengambil kebijakan strategis bagi kelangsungan hidup sekolah, termasuk dalam penunjukan pimpinan sekolah. Akses masyarakat luas kalah kekuatan dibanding yayasan dalam menangani sekolah, termasuk keuangannya. Perkecualian, yayasan-yayasan yang dimiliki oleh orang banyak (masyarakat umum). Namun demikian Manajemen Berbasis Sekolah, suatu konsep manajemen yang mengedepankan demokratisasi, otonomi, desentralisasi dan akuntabilitas pendidikan sungguh sangat bagus diterapkan di sekolah swasta juga. Yayasan yang kuat, jika didukung dengan kemampuan sekolah menghidupkan segala sumber daya yang ada akan menjadi sinergi yang sangat menguntungkan. Dengan kata lain meski peran masyarakat dalam pengelolaan pendidikan swasta berada di bawah sekolah negeri, tetapi perannya tetap sangat mendukung pengembangan sekolah. Dari sisi demokratisasi, sekolah memberi lebih banyak ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan ide dan gagasan, termasuk dalam penggalangan dana. Otonomi sekolah, meski dalam yayasan perguruan swasta tidak terlampau tampak dapat menjadi pendorong kemandirian. Hal ini penting agar sekolah tidak terninabobokkan oleh kemampuan yayasan. Desentralisasi, lebih pada kemampuan membangkitkan sumber daya lokal. Sedangkan prinsip akuntabilitas dalam sekolah swasta tidak terlepas dari peran yayasan. Artinya pertanggungjawaban keuangan sekolah swasta pertama-tama dilakukan kepada yayasan, baru kemudian kepad masyarakat (orantua) peserta didik. Pengecualian, dana dari pemerintah harus dipertanggungjawabkan kepada publik sesuai mekanisme yang berlaku.                         





















Comment:
            Berbagai macam sumber dana sekolah saat ini sangatlah banyak. Namun, masih banyak sekolah yang kurang dapat memanaj sumber dana sehingga penggunaan sumber dana kurang efektif dan efisien, misal penghitungan biaya pendidikan dewasa ini cenderung bias dana pemerintah dengan mengabaikan dana yang berasal dari keluarga peserta didik dan masyarakat. Dana yang berasal dari keluarga peserta didik dan masyarakat cenderung kurang diangkat, sekaan-akan tidak sepenting dana dari pemerintah. Kalaupun kontribusi keluarga dan masyarakat diperhitungkan, terbatas pada sumbangan yang dikelola oleh Komite Sekolah. Padahal dana yang dibelanjakan langsung oleh keluarga dan masyarakat tidak pernah dihitung secara cermat. Klemahan penghitungan dana pendidkan secara demikian mengandung kelemahan memprediksi jumlah riil biaya yang benar-benar digunakan untuk mendukung penyelenggraaan pendidikan, karena mengabaikan kontribusi orangtua

Kesimpulan:
Pembiayaan pendidikan merupakan aspek yang vital dalam upaya mengembangkan system pendidikan nasional. Pendidikan sebagai sebuah investasi Sumber Daya Manusia (SDM) bagi kehidupan bangsa dan Negara di masa mendatang tidak boleh dipandang remeh. Amanat Undang-undang yang mewajibkan pemerintah merealisasikan anggaran 20% untuk pendidikan sesungguhnya didasari oleh suatu wawasan jauh ke depan. Akan tetapi kenyataannya pada tataran implementasi, anggaran 20% tersebut masih dipelintir dan dipolitisir. Hal ini menyebabkan anggaran pendidikan tidak sesuai dengan amanat undang-undang, bahkan terkesan seadanya.Berkenaan dengan perguruan swasta, karena status kemandiriannya seharusnya tidak boleh terlalu tergantung dengan kebijakan pemerintah di bidang keuangan. Hal ini disebabkan pengelolaan keuangan di yayasan bersifat mandiri. Namun demikian, dukungan dana darim pemerintah tentu sangat besar artinya bagi sekolah-sekolah swasta, asal kebijakan tersebut adil dalam implementasinya. Keseriusan pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakan, seperti Wajib Belajar (Wajar) 9 tahun serta Bantuan Operasional Sekolah (BOS) perlu mendapat apresiasi positif dari masyarakat. Kebijakan sekolah gratis yang dikaitkan dengan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) perlu disempurnakan dengan kebijakan lanjutan sehingga masyarakat luas terlayani haknya untuk memperoleh pendidikan murah, sekolah-sekolah negeri dan swasta tetap eksis memainkan perannya ambil bagian dalam system pendidikan nasional. Program pendidikan gratis tidak boleh mematikan peranserta masyarakat serta orangtua peserta didik untuk ikut membiayai pendidikan, mengingat pendidikan adalah investasi berharga untuk masa depan. Konsep pendidikan gratis seyogyanya diubah konsepnya menjadi pendidikan murah.
Sekolah-sekolah swasta dengan segala keterbatasannya berusaha mencukupi kebutuhan operasional sekolah, mulai dari gaji, sarana-prasarana, biaya operasional hingga biaya investasi lainnya. Oleh sebab itu kebijakan pemerintah seperti BOS hendaknya benar-benar mendukung kehidupan sekolah swasta, bukan mematikannya. Dana Alokasi Khusus (DAK), block grant dan dana-dana pemerintah lainnya seharusnya mampu menjangkau bukan saja sekolah-sekolah ngeri, tetapi juga sekolah-sekolah swasta yang memiliki potensi dan prospek pengembangan ke depan. Teori seleksi alam tidak boleh dibiarkan terjadi dalam dunia pendidikan. Lembaga-lembaga yang lemah harus dibina dan didukung dengan berbagai dukungan sehingga mampu hidup, berkembang dan bersaing. Semuanya demi membangun SDM berkualitas untuk masa depan bangsa dan Negara. Di luar itu semua lembaga swasta perlu berusaha keras menggali sumber dana demi kelangsungan dan perkembangan karya di bidang pendidikan. Berbagai inovasi dan pemberdayaan perlu dilakukan untuk tercapainga “kecukupan” dan “kelimpahan” dalam pembiayaan pendidikan. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat membantu peningkatan pnggalangan dala bagi sekolah swasta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar