MANAJEMEN SEKOLAH
(MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA)
1.
Konsep
Manajemen Sarana dan Prasarana
Ketersediaan
sarana dan prasarana merupakan salah satu komponen penting yang harus terpenuhi
dalam menunjang sistem pendidikan. Menurut Ketentuan Umum Permendiknas no. 24
tahun 2007, sarana adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-pindah,
sedangkan prasarana adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi
sekolah/madrasah. Sarana pendidikan antara lain gedung, ruang kelas, meja,
kursi serta alat-alat media pembelajaran. Sedangkan yang termasuk prasarana
antara lain seperti halaman, taman, lapangan, jalan menuju sekolah dan
lain-lain. Tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar
mengajar, maka komponen tersebur merupakan sarana pendidikan.
Manajemen sarana dan prasarana
pendidikan bertugas mengatur dan menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar
dapat memberikan kontribusi secara optimal dan berarti pada jalannya proses
pendidikan. kegiatan pengelolaan ini meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan,
pengawasan, inventarisasi dan penghapusan serta penataan ( Mulyasa, 2011:50).
Manajemen sarana dan prasarana yang
baik diharapkan dapat menciptakan sekolah yang bersih, rapi, dan indah sehingga
menciptakan kondisi yang menyenangkan baik bagi guru maupun murid untuk berada
di sekolah. Di samping itu juga diharapkan tersedianya alat-alat atau fasilitas
belajar yang memadai secara kuantitatif, kualitatif dan relevan dengan
kebutuhan serta dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan proses pendidikan
dan pengajaran, baik oleh guru sebagai pengajar maupun peserta didik sebagai
pelajar. Oleh karena itu, perlu diperhatikan persyaratan pengadaan sarana dan
prasarana dengan membuat daftar prioritas keperluan pada setiap sekolah oleh
tim dan tenaga kependidikan yang profesional pada Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota dengan melakukan “need
assesment” sekolah.
Permasalahan yang terjadi dalam
lembaga pendidikan terkait dengan manajemen keuangan antara lain sumber dana
yang terbatas, pembiayaan program yang tersendat, tidak mendukung visi, misi
dan kebijakan sebagaimana tertulis dalam rencana strategis lembaga pendidikan.
Di satu sisi lembaga pendidikan perlu dikelola dengan baik (good governance),
sehingga menjadi lembaga pendidikan yang bersih dari berbagai penyimpangan yang
dapat merugikan pendidikan.
2. Fungsi Manajemen Sarana dan Prasarana
a.
Perencanaan/Analisis
Kebutuhan
Perencanaan
merupakan kegiatan analisis kebutuhan terhadap segala kebutuhan dan perlengkapan yang dibutuhkan sekolah untuk
kegiatan pembelajaran peserta dan didik dan kegiatan penunjang lainnya.
Kegiatan ini dilakukan secara terus-menerus selama kegiatan sekolah
berlangsung. Kegiatan ini biasa dilakukan pada awal tahun pelajaran dan
disempurnakan tiap triwulan atau tiap semester. Perencanaan dapat dilakukan
oleh kepala sekolah, guru kelas dan guru-guru bidang studi dan dibantu oleh
staf sarana dan prasana.
1) Prosedur
Perencanaan
·
Mengadakan analisa materi dan
alat/media yang dibutuhkan
·
Seleksi terhadap alat yang masih dapat
dimanfaatkan
·
Mencari dan atau menetapkan dana
·
Menunjuk seseorang yang akan
diserahkan untuk mengadakan alat dengan pertimbangan keahlian dan kejujuran.
2)
Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam perencanaan sarana dan prasarana pendidikan
·
Perencanaan pengadaan barang harus dipandang
sebagai bagian integral dari usaha kualitas proses belajar mengajar
·
Perencanaan harus jelas, kejelasan
suatu rencana dapat dilihat pada:
·
Tujuan dan sasaran atau target yang
harus dicapai, penyusunan perkiraan biaya/harga keperluan pengadaan
·
Jenis dan bentuk tindakan/kegiatan
yang akan dilaksanakan
·
Petugas pelaksanaan
·
Bahan dan peralatan yang dibutuhkan
·
Kapan dan dimana kegiatan akan
dilaksanakan
·
Bahwa suatu perencanaan harus
realistis
·
Rencana harus sistematis dan terpadu
·
Rencana harus menunjukkan
unsur-unsur insani ataupun noninsani yang baik
·
Memiliki struktur berdasarkan
analisis
·
Berdasarkan atas kesepakatan dan keputusan
bersama pihak perencana
·
Fleksibel dan dapat menyesuaikan
dengan keadaan, perubahan situasi dan kondisi yang tidak disangka-sangka
·
Dapat dilaksanakan dan berkelanjutan
·
Menunjukkan skala prioritas
·
Disesuaikan dengan flapon anggaran
·
Mengacu dan berpedoman pada
kebutuhan dan tujuan yang logis
·
Dapat didasarkan pada jangka pendek
(1 tahun), jangka menengah (4-5 tahun), dan jangka panjang (10-15 tahun)
b.
Pengadaan
Pengadaan
adalah proses kegiatan mengadakan sarana dan prasarana yang dapat dilakukan
dengan cara-cara membeli, menyumbang, hibah dan lain-lain. Pengadaan sarana dan
prasarana dapat bebrbentuk pengadaan
buku, alat, perabot dan bangunan. Contohnya dapat dilihat pada bagan berikut:
Bagan
Pengadaan perlengkapan
c.
Penginvetarisasian
Penginvetarisasian adalah kegiatan
melaksanakan penggunaan, penyelenggaraan, pengaturan dan pencatatan
barang-barang, menyusun daftar barang yang menjadi milik sekolah ke dalam satu
daftar inventaris barang secara teratur. Tujuannya adalah untuk menjaga dan
menciptakan tertib administrasi barang milik negara yang dipunyai suatu
organisasi. Yang dimaksud dengan inventaris adalah suatu dokumen berisi jenis
dan julah barang yang ebrgerak maupun yang tidak bergerak yang menjadi milik
negara dibawah tanggung jawab sekolah.
d.
Penggunaan
atau Pemanfaatan Sarana dan Prasarana
Penggunaan sarana dan prasarana
adalah pemanfaatan segala jenis barang yang sesuai dengan kebutuhan secara
efektif dan efisien. Dalam hal pemanfaatan sarana, harus mempertimbangkan
beberapa hal, antara lain tujuan yang akan dicapai, kesesuaian antar media yang
akan digunakan dengan materi yang akan dibahas, tersedianya sarana dan prasarana
penunjang dan karakteristik siswa
e.
Pemeliharaan
Pemeliharaan
adalah kegiatan merawat, memelihara dan menyimpan barang-barang sesuai dengan
bentuk-bentuk jenis barangnya sehingga barang tersebut awet dan tahan lama.
Pihak yang terlibat dalam pemeliharaan barang adalah semua warga sekolah yang
terlibat dalam pemanfaatan barang tersebut. Dalam pemeliharaan, ada hal-hal
khusus yang harus dilakukan oleh petugas khusus pula, seperti perawatan alat
kesenian (piano, gitar, dan lain-lain). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
telah memberi Panduan Manajemen Sekolah perawatan preventif di sekolah dengan
cara membuat tim pelaksana, membuat daftar sarana dan prasarana, menyiapkan
jadwal kegiatan perawatan, menyiapkan lembar evaluasi untuk menilai hasil kerja
perawatan pada masing-masing bagian dan memberikan penghargaan bagi mereka yang
berhasil meningkatkan kinerja peralatan sekolah dalam rangka memningkatkan
kesadaran merawat sarana dan prasarana sekolah.
f.
Penghapusan
Penghapusan
barang inventaris adalah pelepasan suatu barang dari kepemilikan dan tanggung
jawab pengurusnya oleh pemerintah ataupun swasta. Penghapusan barang dapat
dilakukan dengan lelang dan pemusnahan.
Adapun
syarat-syarat penghapusan antara lain:
a. Barang-barang
dala keadaan rusak berat
b. Perbaikan
suatu barang memerlukan biaya besar
c. Secara
teknis dan ekonomis kegunaannya tidak sesuai lagi dengan biaya pemeliharaan
g.
Pertanggungjawaban
Penggunaan
barang-barang sekolah harus dipertanggungjawabkan dengan cara membuat laporan
penggunaan barang-barang tersebut yang diajukan pada pimpinan.
Comment:
Dewasa ini
pengadaan sarana dan prasarana di sekolah belum merata, masih banyak sekolah
pinggiran yang memiliiki sarana prasarana yang sangat minim, sehingga memiliki
fasilias kurang memadai. Hal tersebut terjadi dalam lembaga pendidikan
mungkin karena manajemen yang kurang baik, terkait dengan manajemen keuangan
antara lain sumber dana yang terbatas, pembiayaan program yang tersendat, tidak
mendukung visi, misi dan kebijakan sebagaimana tertulis dalam rencana strategis
lembaga pendidikan. Di satu sisi lembaga pendidikan perlu dikelola dengan baik
(good governance), sehingga menjadi lembaga pendidikan yang bersih dari
berbagai penyimpangan yang dapat merugikan pendidikan.
Kesimpulan:
Sarana adalah perlengkapan
pembelajaran yang dapat dipindah-pindah, sedangkan prasarana adalah fasilitas
dasar untuk menjalankan fungsi sekolah/madrasah. Sarana pendidikan antara lain
gedung, ruang kelas, meja, kursi serta alat-alat media pembelajaran. Sedangkan
yang termasuk prasarana antara lain seperti halaman, taman, lapangan, jalan
menuju sekolah dan lain-lain. Tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk
proses belajar mengajar, maka komponen tersebur merupakan sarana pendidikan.
Manajemen sarana dan prasarana adalah
manajemen sarana sekolah dan sarana bagi pembelajaran, yang meliputi
ketersediaan dan pemanfaatan sumber belajar bagi guru, siswa serta penataan
ruangan-ruangan yang dimiliki. Manajemen sarana dan prasarana pendidikan
bertugas mengatur dan menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar dapat
memberikan kontribusi secara optimal dan berarti pada jalannya proses
pendidikan. kegiatan pengelolaan ini meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan,
pengawasan, inventarisasi dan penghapusan serta penataan
MANAJEMET SUMBER
DANA SEKOLAH
Pentingnya
pembiayaan pendidikan dalam keseluruhan program peningkatan kualitas pendidikan
di Indonesia. Pembiayaan pendidikan merupakan komponen yang sangat penting
dalam penyelenggaraan pendidikan. Pembiayaan pendidikan yang bersifat makro
maupun mikro haruslah tepat dan adil dan mengarah pada tujuan pendidikan
nasional. Anatomi pembiayaan baik makro maupun mikro harus dipahami secara
benar sehingga para pengambil keputusan sungguh dapat menghasilkan kebijakan
yang tepat guna. Diperlukan suatu penelitian atau studi yang mendalam khususnya
saat menentukan kebijakan pembiayaan pendidikan yang bersifat mikro, yaitu pada
tataran lembaga/sekolah. Pada umumnya penelitian lebih terfokus pada pembiayaan
pendidikan dalam skala makro (Supriadi, 2010:4). Disadari sepenuhnya bahwa
berdasar studi pada sekolah-sekolah negeri pada tahun 2002 ditemukan suatu
fakta: tingginya peranan keluarga dalam pembiayaan pendidikan. Bahkan kalau
dihitung dan dibandingkan dengan subsidi pemerintah, biaya pendidikan dari
orangtua lebih banyak jumlahnya (Supriadi, 2010:5). Kenyataan ini tentu ikut
mempengaruhi kebijakan pembiayaan pendidikan pada tahun-tahun berikutnya.
Konsep biaya pendidikan ini dapat dibedakan dengan cara mengelompokkan biaya yang terjadi, yaitu:
Konsep biaya pendidikan ini dapat dibedakan dengan cara mengelompokkan biaya yang terjadi, yaitu:
a)
social and private
cost,
b)
opportunity cost and
money cost,
c)
explicit and implicit costs
Dalam
kenyataannya, pengkategorian biaya pendidikan tersebut dapat “tumpang tindih”;
misalnya ada biaya pribadi dan sosial yang bersifat langsung dan tidak langsung
serta berupa uang dan bukan uang, dan ada juga biaya langsung dan tidak
langsung serta biaya pribadi dan biaya social yang dalam bentuk uang maupun
bukan uang (Supriadi, 2010: 4).
Pengeluaran sekolah berkaitan dengan pembayaran keuangan sekolah untuk pembelian berbagai macam sumberdaya atau masukan (input) proses sekolah seperti tenaga administrasi, guru-guru, bahan-bahan, perlengkapan-perlengkapan dan fasilitas. Biaya menggambarkan nilai seluruh sumberdaya yang digunakan dalam proses sekolah apakah terdapat dalam anggaran sekolah dan pengeluaran atau tidak. Dilihat dari sumber-sumbernya, biaya pendidikan pada tingkat makro berasal dari:
Pengeluaran sekolah berkaitan dengan pembayaran keuangan sekolah untuk pembelian berbagai macam sumberdaya atau masukan (input) proses sekolah seperti tenaga administrasi, guru-guru, bahan-bahan, perlengkapan-perlengkapan dan fasilitas. Biaya menggambarkan nilai seluruh sumberdaya yang digunakan dalam proses sekolah apakah terdapat dalam anggaran sekolah dan pengeluaran atau tidak. Dilihat dari sumber-sumbernya, biaya pendidikan pada tingkat makro berasal dari:
a)
pendapatan Negara dari sector pajak,
b)
pendapatan Negara dari
sector non pajak,
c)
keuntungan dari sector
barang dan jasa dan
d)
usaha-usaha Negara
lainnya.
Sementara
di tingkat daerah, baik tingkat satu maupun tingkat dua berasal dari kucuran
dana dari pusat beserta yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Sementara dalam tataran sekolah, baik sekolah swasta maupun negeri pada
dasarnya berasal dari subsidi pemerintah pusat, pemerintah daerah, iuran siswa
dan sumbangan masyarakat (Supriadi, 2010: 4). Mengacu pada perundang-undangan
yang berlaku, negaralah yang paling bertanggung jawab atas pembiayaan
pendidikan secara makro. Akan tetapi peran masyarakat untuk ikut serta
bertanggung jawab terhadap kelangsungan pendidikan juga tidak boleh dimatikan.
Ketentuan dalam UU Sisdiknas Bab VIII tentang Wajib Belajar, Pasal 34
menyatakan bahwa setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun dapat
mengikuti program wajib belajar; Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin
terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa
memungut biaya, wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan
masyarakat. Ketentuan tersebut kemudian diikuti oleh kebijakan-kebijakan lain
seperti BOS (Biaya Operasional Sekolah). Kebijakan BOS secara umum sangat
membantu sekolah dan orangtua murid. Namun kala kebijakan ini langsung
dilanjutkan dengan program sekolah gratis maka menimbulkan benturan-benturan di
lapangan. Penyelenggaraan pendidikan bukan semua ditangani negara, bahkan yang
ditangani oleh masyarakat (swasta) jumlahnya jauh lebih besar. Sekolah-sekolah
swasta juga selalu disebut-sebut sebagai mitra pemerintah, karena memang
kenyataannya sekolah-sekolah swasta dan sekolah-sekolah negeri sama-sama
membina anak-anak bangsa. Sekolah-sekolah swasta membutuhkan kebijakan khusus
berkaitan dengan program BOS jka keberadaannya masih tetap dibutuhkan.
Sebenarnya, sekolah-sekolah negeri pun mengalami masalah serupa, terutama
ketika mereka tidak boleh menarik iuran sama sekali. Akhirnya di lapangan
muncul berbagai trik kebijakan untuk memayungi penarikan iuran. Salah satu yang
juga disorot adalah keberadaan sekolah bertaraf Internasional yang diberi
keleluasaan menarik iuran. Alhasil, sekolah-sekolah tersebut bersifat
eksklusif. Padahal pendidikan adalah hak setiap warga negara. Menurut Renstra
Kementerian Pendidikan tahun 2010 – 2014, khususnya berkaitan dengan Strategi
Pendanaan Pendidikan diatur hal-hal pokok seperti berikut;
1)
Negara memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja
Negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
2)
Pendanaan pendidikan
menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakat (UU Sisdiknas).
3)
Bagi satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh masyarakat ada komponen pendanaan yang ditanggung
oleh penyelenggara/masyarakat yang bersangkutan dan ada pula yang perlu mendapat
dukungan dari pemerintah.
4)
Pendanaan pendidikan
juga menjadi tanggung jawab peserta didik dan orangtua peserta didik, untuk
biaya-biaya khusus seperti biaya pribadi.
5)
Pendanaan pendidikan
dapat pula diperoleh dari masyarakat di luar penyelenggara pendidikan.
Mengacu pada kebijakan “sekolah gratis”
yang didengungkan pada awal 2009 oleh pemerintah, sesungguhnya ada hal-hal yang
harus dikritisi dan jika perlu dilakukan penelitian lebih mendalam. Dari
kebijakan tersebut seolah-olah pembiayaan pendidikan dapat ditanggung oleh
Negara (pemerintah pusat dan daerah). Biaya pendidikan di tingkat sekolah
berasal dari tiga sumber yaitu pemerintah, keluarga peserta didik dan
masyarakat. Menurut Dedi Supriadi (2010: 26) penghitungan biaya pendidikan
dewasa ini cenderung bias dana pemerintah dengan mengabaikan daa yang berasal
dari keluarga peserta didik dan masyarakat. Dana yang berasal dari keluarga
peserta didik dan masyarakat cenderung kurang diangkat, sekaan-akan tidak
sepenting dana dari pemerintah. Kalaupun kontribusi keluarga dan masyarakat
diperhitungkan, terbatas pada sumbangan yang dikelola oleh Komite Sekolah.
Padahal dana yang dibelanjakan langsung oleh keluarga dan masyarakat tidak
pernah dihitung secara cermat. Klemahan penghitungan dana pendidkan secara
demikian mengandung kelemahan memprediksi jumlah riil biaya yang benar-benar
digunakan untuk mendukung penyelenggraaan pendidikan, karena mengabaikan
kontribusi orangtua (Supriadi, 2010:27).
Pembiayaan pendidikan di sekolah swasta.
Sekolah swasta adalah lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat
(bukan Negara). Penyelenggaraan Sekolah swasta di Indonesia dilakukan oleh
beranekaragam pihak, yaitu: yang memiliki latar belakang keagamaan, kebudayaan/kedaerahan,
sekolah yang diselenggarakan oleh organisasi wanita dan sekolah yang merupakan
bagian dari suatu organisasi besar dengan beraneka ragam latar belakang pula.
Dari perspektif manajemen penyelenggaraan pendidikan keragaman latar belakang
itu berkaitan dengan kemampuan finansial kompetensi professional, dan
akuntabilitas penyelenggaraan terhadap pemakai jasa pendidikan. Dalam keragaman
itu pula, badan-badan penyelenggara pendidikan swasta dihadapkan dengan
kewajiban mengimplementasikan salah satu strategi pokok kebijakan pendidikan
nasional, yaitu peningkatan mutu pendidikan sekaligus mengimplementasikan
kebijakan pembiayaan pendidikan. Jumlah sekolah formal umum yang
diselenggarakan oleh swasta berkembang cukup pesat. Sekolah swasta di Indonesia,
selain memiliki akar sejarah yang kuat juga memiliki berbagai keuntungan dalam
hal jaminan perundang-undangan, sifatnya yang manageable untuk peningkatan mutu
dan difusi gagasan, pengelolaannya lebih otonomi, jalur birokrasinya lebih
pendek, dan adanya keleluasaan berinovasi ke arah peningkatan mutu dan kinerja
sekolah. Namun jika berhadapan dengan program pemerintah mengenai sekolah
gratis, pengelolaan sekolah swasta menghadapi kendala yang serius. Ini terjadi
jika tidak ada kebijakan lanjutan yang sungguh mempertimbangkan posisi
perguruan swasta sebagai mitra sekolah-sekolah negeri. Pada dasarnya sekolah
swasta membiayai operasional sekolahnya secara mandiri. Jika sekolah-sekolah
swasta berada dalam suatu korporasi bisa terjadi subsidi silang antar sekolah
dalam satu naungan. Kebijakan BOS di satu sisi membantu sekolah-sekolah swasta
dalam pembiayaan operasional. Orangtua juga terbantu karena dana BOS juga
digunakan untuk meringankan iuran orangtua. Berbagai kebutuhan dan fasilitas
belajar peserta didik juga sangat terbantu dengan adanya dana BOS. Namun,
tatkala kebijakan BOS dibarengi dengan kebijakan sekolah gratis, bagi
sekolah-sekolah swasta menjadi masalah besar, meskipun pemerintah menetapkan
sekolah gratis sementara ini hanya untuk SD dan SMP Negeri. Sekolah-sekolah
negeri sejauh ini biaya personalia ditanggung oleh negara. Oleh sebab itu dana
BOS secara teoritis sudah dapat menutup biaya operasional sekolah. Sementara
itu sekolah-sekolah swasta menanggung seluruh pembiayaan, termasuk biaya personalia.
Maka, jika memang benar kebijakan BOS dimaksudkan untuk membuat pendidikan
gratis, sekolah-sekolah swasta berada dalam kesulitan. Kesulitan-kesulitan itu
antara lain : sekolah swasta terancam kehilangan murid, karena sebagian murid
mencari sekolah gratis. Atau jika sekolah-sekolah swasta ikut menggratiskan
seluruh siswa, operasional sekolah terancam kelangsungannya. Hal ini tidak
terjadi jika anggaran pendidikan yang dikeluarkan oleh negara sungguh mampu
menutup seluruh biaya pendidikan. Permasalahan yang dihadapi sekolah-sekolah
swasta pada masa sekarang bukan hanya masalah pembiayaan, tetapi juga kualitas
dan ketersediaan peserta didik yang memadai. Teori yang mengatakan bahwa
sekolah negeri dan swasta sama-sama dikembangkan oleh Negara perlu dipertanyakan
secara kritis. Dana block grant yang selalu didengungkan belum mampu menjangkau
seluruh sekolah yang membutuhkan. Akibatnya, sekolah-sekolah swasta akan
semakin terpuruk. Sekolah-sekolah swasta yang lemah pelan-pelan akan tutup.
Sekolah swasta yang semula kuat pelan-pelan akan melemah. Penyebabnya, lemah
dari pembiayaan sehingga kualitas sarana prasarana tertinggal, SDM terbelakang,
kekurangan peserta didik dan akhirnya pelan-pelan bangkrut. Tentu tidak bisa
dipungkiri, ada pula sekolah-sekolah swasta yang tetap tegar di tengah persaingan.
Tetapi sampai kapan?
Menjaga Eksistensi lembaga-lembaga
pendidikan yayasan Mardi Wiyata
Sekolah-sekolah Mardi Wiyata adalah sekolah-sekolah swasta yang tersebar di tiga provinsi, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur dan Sumatera Selatan. Sekolah-sekolah yang bernaung di bawah yayasan Mardi Wiyata terdiri atas Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Sekolah yang berjumlah 20 itu tersebar di kota-kota Kediri, Malang, Surabaya, Ende, Maumere, Podor (Larantuka), Sumba dan Palembang. Menurut data statistik yayasan Mardi Wiyata pada tahun 2009/2010 sekolah-sekolah Mardi Wiyata memiliki peserta didik sejumlah 10.812 orang dengan 731 orang guru/pegawai. Sekolah-seklah Mardi Wiyata yang berada di kota Malang terdiri atas 6 sekolah yaitu 1 (satu) Taman Kanak-kanak, 2 (dua) Sekolah Dasar, 2 (dua) Sekolah Menengah Pertama dan 1 (satu) Sekolah Menengah Atas. Sebagai suatu lembaga pendidikan yang telah berusia lebih dari 50 tahun, yayasan Mardi Wiyata harus mampu memamage pembiayaan sehingga mampu menghidupi dan dihidupi sekolah-sekolah yang bernaung di bawahnya. Sistem subsidi silang yang pada era 2000-an mulai digalakkan ternyata mampu menghidupi lembaga ini. Sekolah-sekolah yang memiliki kelebihan dana memiliki peran besar dalam menghidupi sekolah-sekolah yang secara ekonomi lemah. Kebijakan yayasan yang sentralistik, terutama dalam hal pembiyaan pendidikan sungguh mampu mewadahi berbagai karakteristik sekolah-sekolah yang terbentang di beberapa pulau besar Indonesia itu. Dengan demikian, meski dalam hal pemasukan keuangan, beberapa sekolah mengalami devisit akibat situasi ekonomi sebagian besar orangtua peserta didik berada di level ekonomi lemah, namun tetap survive. Justru sekolah-sekolah tersebut dikembangklan dan dipertahankan sebagai sarana yayasan mengabdikan diri kepad masyarakay yang lemah dan berkekurangan. Tentu hal ini berjalan lancar jika tampuk pimpinan yayasan memiliki wawasan luas dalam manajemen pendidikan sekaligus dalam humanisme.
Sekolah-sekolah Mardi Wiyata adalah sekolah-sekolah swasta yang tersebar di tiga provinsi, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur dan Sumatera Selatan. Sekolah-sekolah yang bernaung di bawah yayasan Mardi Wiyata terdiri atas Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Sekolah yang berjumlah 20 itu tersebar di kota-kota Kediri, Malang, Surabaya, Ende, Maumere, Podor (Larantuka), Sumba dan Palembang. Menurut data statistik yayasan Mardi Wiyata pada tahun 2009/2010 sekolah-sekolah Mardi Wiyata memiliki peserta didik sejumlah 10.812 orang dengan 731 orang guru/pegawai. Sekolah-seklah Mardi Wiyata yang berada di kota Malang terdiri atas 6 sekolah yaitu 1 (satu) Taman Kanak-kanak, 2 (dua) Sekolah Dasar, 2 (dua) Sekolah Menengah Pertama dan 1 (satu) Sekolah Menengah Atas. Sebagai suatu lembaga pendidikan yang telah berusia lebih dari 50 tahun, yayasan Mardi Wiyata harus mampu memamage pembiayaan sehingga mampu menghidupi dan dihidupi sekolah-sekolah yang bernaung di bawahnya. Sistem subsidi silang yang pada era 2000-an mulai digalakkan ternyata mampu menghidupi lembaga ini. Sekolah-sekolah yang memiliki kelebihan dana memiliki peran besar dalam menghidupi sekolah-sekolah yang secara ekonomi lemah. Kebijakan yayasan yang sentralistik, terutama dalam hal pembiyaan pendidikan sungguh mampu mewadahi berbagai karakteristik sekolah-sekolah yang terbentang di beberapa pulau besar Indonesia itu. Dengan demikian, meski dalam hal pemasukan keuangan, beberapa sekolah mengalami devisit akibat situasi ekonomi sebagian besar orangtua peserta didik berada di level ekonomi lemah, namun tetap survive. Justru sekolah-sekolah tersebut dikembangklan dan dipertahankan sebagai sarana yayasan mengabdikan diri kepad masyarakay yang lemah dan berkekurangan. Tentu hal ini berjalan lancar jika tampuk pimpinan yayasan memiliki wawasan luas dalam manajemen pendidikan sekaligus dalam humanisme.
Upaya Menggali Sumber Dana Bagi
Lembaga-lembaga Swasta. Tidak ada pilihan lain bagi sekolah swasta kecuali
berupaya menggali sebanyak mungkin sumber dana demi kelangsungan perguruan
swasta sehinga tetap eksis di tengah persaingan yang sering sangat tidak sehat
ini. Pemilik dan pengelola lembaga swasta pada saat ini tidak sekedar
berhadapan dengan kesulitan pembiayaan tetapi juga daya saing dan kelangsungan
lembaganya. Semua itu saling terkait satu sama lain sehingga perlu penanganan
yang menyeluruh dan simultan. Penanganan pembiayaan demikian akan mampu
mempertahankan eksistensi lembaga bahkan mengembangkannya sehingga mampu
bersaing di era global ini. Sekolah swasta bukanlah sekolah yang otomatis kalah
dalam persaingan, meski dengan sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh
negara. Belajar dari sekolah-sekolah yang bernaung di bawah yayasan Mardi
Wiyata, beberapa kiat berikut akan mampu mengatasi kesulitan pembiayaan
sekolah;
a)
Pengelolaan pembiayaan
pendidikan secara sentralistik (terpusat)
b)
Manajemen keuangan yang
akuntabel dan profesional.
c)
Adanya pemetaan
kemampuan finansial bagi sekolah-sekolah yang bernaung di bawah yayasan, upaya
menjaga kesuburan dan kredibilitasnya.
d)
Kecuali ketiga hal
tersebut di atas yayasan pendidikan dan sekolah tetap berusaha maksimal
menggali sumber dana pendukung (di luar SPP) demi pengembangan yayasan dan
sekolah tersebut; Investasi, Penggalangan dana abadi dari alumni, Penggalangan
dan insidental, Sistem “kakak asuh”, Mencari donatur ke luar negeri melalui
lembaga-lembaga resmi, Usaha-usaha lain.
Peran Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam
upaya menggali sumber dana. Pertama-tama harus disadari bahwa peran MBS bagi
sekolah negeri dan sekolah swasta memiliki nuansa yang sedikit berbeda. Di
sekolah negeri, peran masyarakat sebagai salah satu pemangku kepentingan perlu
ditonjolkan, baik dalam pengawasan maupun dalam penyusunan suatu kebijakan.
Namun di sekolah swasta, peran yayasan sangat besar karena yayasan adalam
pemilik sekaligus sebagai pihak yang bertanggung jawab bagi kelangsungan hidup
sekolah. Yayasan penyelenggara pendidikanlah yang sering harus mengambil
kebijakan strategis bagi kelangsungan hidup sekolah, termasuk dalam penunjukan
pimpinan sekolah. Akses masyarakat luas kalah kekuatan dibanding yayasan dalam
menangani sekolah, termasuk keuangannya. Perkecualian, yayasan-yayasan yang
dimiliki oleh orang banyak (masyarakat umum). Namun demikian Manajemen Berbasis
Sekolah, suatu konsep manajemen yang mengedepankan demokratisasi, otonomi, desentralisasi
dan akuntabilitas pendidikan sungguh sangat bagus diterapkan di sekolah swasta
juga. Yayasan yang kuat, jika didukung dengan kemampuan sekolah menghidupkan
segala sumber daya yang ada akan menjadi sinergi yang sangat menguntungkan.
Dengan kata lain meski peran masyarakat dalam pengelolaan pendidikan swasta
berada di bawah sekolah negeri, tetapi perannya tetap sangat mendukung
pengembangan sekolah. Dari sisi demokratisasi, sekolah memberi lebih banyak
ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan ide dan gagasan, termasuk dalam
penggalangan dana. Otonomi sekolah, meski dalam yayasan perguruan swasta tidak
terlampau tampak dapat menjadi pendorong kemandirian. Hal ini penting agar
sekolah tidak terninabobokkan oleh kemampuan yayasan. Desentralisasi, lebih
pada kemampuan membangkitkan sumber daya lokal. Sedangkan prinsip akuntabilitas
dalam sekolah swasta tidak terlepas dari peran yayasan. Artinya
pertanggungjawaban keuangan sekolah swasta pertama-tama dilakukan kepada
yayasan, baru kemudian kepad masyarakat (orantua) peserta didik. Pengecualian,
dana dari pemerintah harus dipertanggungjawabkan kepada publik sesuai mekanisme
yang berlaku.
Comment:
Berbagai macam sumber dana sekolah
saat ini sangatlah banyak. Namun, masih banyak sekolah yang kurang dapat
memanaj sumber dana sehingga penggunaan sumber dana kurang efektif dan efisien,
misal penghitungan biaya pendidikan dewasa ini cenderung bias dana pemerintah
dengan mengabaikan dana yang berasal dari keluarga peserta didik dan
masyarakat. Dana yang berasal dari keluarga peserta didik dan masyarakat
cenderung kurang diangkat, sekaan-akan tidak sepenting dana dari pemerintah.
Kalaupun kontribusi keluarga dan masyarakat diperhitungkan, terbatas pada
sumbangan yang dikelola oleh Komite Sekolah. Padahal dana yang dibelanjakan
langsung oleh keluarga dan masyarakat tidak pernah dihitung secara cermat.
Klemahan penghitungan dana pendidkan secara demikian mengandung kelemahan
memprediksi jumlah riil biaya yang benar-benar digunakan untuk mendukung
penyelenggraaan pendidikan, karena mengabaikan kontribusi orangtua
Kesimpulan:
Pembiayaan pendidikan merupakan aspek
yang vital dalam upaya mengembangkan system pendidikan nasional. Pendidikan
sebagai sebuah investasi Sumber Daya Manusia (SDM) bagi kehidupan bangsa dan
Negara di masa mendatang tidak boleh dipandang remeh. Amanat Undang-undang yang
mewajibkan pemerintah merealisasikan anggaran 20% untuk pendidikan sesungguhnya
didasari oleh suatu wawasan jauh ke depan. Akan tetapi kenyataannya pada
tataran implementasi, anggaran 20% tersebut masih dipelintir dan dipolitisir.
Hal ini menyebabkan anggaran pendidikan tidak sesuai dengan amanat
undang-undang, bahkan terkesan seadanya.Berkenaan dengan perguruan swasta,
karena status kemandiriannya seharusnya tidak boleh terlalu tergantung dengan
kebijakan pemerintah di bidang keuangan. Hal ini disebabkan pengelolaan
keuangan di yayasan bersifat mandiri. Namun demikian, dukungan dana darim
pemerintah tentu sangat besar artinya bagi sekolah-sekolah swasta, asal
kebijakan tersebut adil dalam implementasinya. Keseriusan pemerintah dalam
melaksanakan berbagai kebijakan, seperti Wajib Belajar (Wajar) 9 tahun serta
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) perlu mendapat apresiasi positif dari
masyarakat. Kebijakan sekolah gratis yang dikaitkan dengan program Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) perlu disempurnakan dengan kebijakan lanjutan sehingga masyarakat
luas terlayani haknya untuk memperoleh pendidikan murah, sekolah-sekolah negeri
dan swasta tetap eksis memainkan perannya ambil bagian dalam system pendidikan
nasional. Program pendidikan gratis tidak boleh mematikan peranserta masyarakat
serta orangtua peserta didik untuk ikut membiayai pendidikan, mengingat
pendidikan adalah investasi berharga untuk masa depan. Konsep pendidikan gratis
seyogyanya diubah konsepnya menjadi pendidikan murah.
Sekolah-sekolah swasta dengan segala keterbatasannya berusaha mencukupi kebutuhan operasional sekolah, mulai dari gaji, sarana-prasarana, biaya operasional hingga biaya investasi lainnya. Oleh sebab itu kebijakan pemerintah seperti BOS hendaknya benar-benar mendukung kehidupan sekolah swasta, bukan mematikannya. Dana Alokasi Khusus (DAK), block grant dan dana-dana pemerintah lainnya seharusnya mampu menjangkau bukan saja sekolah-sekolah ngeri, tetapi juga sekolah-sekolah swasta yang memiliki potensi dan prospek pengembangan ke depan. Teori seleksi alam tidak boleh dibiarkan terjadi dalam dunia pendidikan. Lembaga-lembaga yang lemah harus dibina dan didukung dengan berbagai dukungan sehingga mampu hidup, berkembang dan bersaing. Semuanya demi membangun SDM berkualitas untuk masa depan bangsa dan Negara. Di luar itu semua lembaga swasta perlu berusaha keras menggali sumber dana demi kelangsungan dan perkembangan karya di bidang pendidikan. Berbagai inovasi dan pemberdayaan perlu dilakukan untuk tercapainga “kecukupan” dan “kelimpahan” dalam pembiayaan pendidikan. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat membantu peningkatan pnggalangan dala bagi sekolah swasta.
Sekolah-sekolah swasta dengan segala keterbatasannya berusaha mencukupi kebutuhan operasional sekolah, mulai dari gaji, sarana-prasarana, biaya operasional hingga biaya investasi lainnya. Oleh sebab itu kebijakan pemerintah seperti BOS hendaknya benar-benar mendukung kehidupan sekolah swasta, bukan mematikannya. Dana Alokasi Khusus (DAK), block grant dan dana-dana pemerintah lainnya seharusnya mampu menjangkau bukan saja sekolah-sekolah ngeri, tetapi juga sekolah-sekolah swasta yang memiliki potensi dan prospek pengembangan ke depan. Teori seleksi alam tidak boleh dibiarkan terjadi dalam dunia pendidikan. Lembaga-lembaga yang lemah harus dibina dan didukung dengan berbagai dukungan sehingga mampu hidup, berkembang dan bersaing. Semuanya demi membangun SDM berkualitas untuk masa depan bangsa dan Negara. Di luar itu semua lembaga swasta perlu berusaha keras menggali sumber dana demi kelangsungan dan perkembangan karya di bidang pendidikan. Berbagai inovasi dan pemberdayaan perlu dilakukan untuk tercapainga “kecukupan” dan “kelimpahan” dalam pembiayaan pendidikan. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat membantu peningkatan pnggalangan dala bagi sekolah swasta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar