PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU
PENGETAHUAN SOSIAL
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah ………………………………………………..
B.
Tujuan Penulisan …………………………………………………..
BAB II RUMUSAN
MASALAH
A.
Bagaimana Politik Menurut UUD 1945? ……………………………
B.
Bagaimana Politik menurut
UUDS 1950? ……………………………
C.
Bagaimana Perbedaan
Politik Menurut UUD 1945 dan UUDS 1950?
BAB III PEMBAHASAN
A.
Politik Menurut UUD
195
1. Pengertian politik Menurut UUD 1945 …………………………..
2. Kelengkapan Politik Menurut UUD 1945 …………………………..
3. Pelaksanaan Politik Menurut UUD 1945 ………………………..
B.
Politik Menurut UUDS 1950
1.
Pengertian Politik
Menurut UUDS 1950 ………………………….
2.
Kelengkapn Politik Menurut UUDS 1950 ……………………….
3.
Pelaksanaan Politik Menurut UUDS 1950 ……………………..
C.
Perbedaan Politik Menurut UUD 1945 dan UUDS 1950
…………….
BAB IV PENUTUP
A.
Simpulan
………………………………………………………..
B.
Saran
……………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat
serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas membuat makalah mengenai bidang studi “PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN”. Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita
Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-Quran dan sunnah
untuk keselamatan di dunia.
Penyusun
menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu
penulis mengundang para pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk pembuatan makalah selanjutnya.
Akhir kata
penyusun berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Madiun,
28 November 2014
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Konstitusi merupakan sesuatu yang
sangat penting bagi setiap bangsa dan Negara, baik yang sudah lama merdeka
maupun yang baru saja memperoleh kemerdekaannya. Konstitusi lahir sebagai suatu
tuntutan dan harapan masyarakat untuk mencapai suatu keadilan. Dengan
didirikannya konstitusi, masyarakat menyerahkan hak-hak tertentu kepada
penyelenggara Negara. Namun tiap anggota masyarakat dalam Negara tetap
memperhatikan hak-haknya sebagai pribadi.
Secara konstitusional
Lembaga-lembaga Negara menurut UUD 1945 adalh Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) , Presiden, Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), Badan Pemriksa Keuangan (BPK), dan Mahkamah Agung (MA).
Lembag-lembaga Negara ini kedudukan, wewenang, kewajiban dan tanggug
jawabnya diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Lembaga-lembaga ini perlu
sekali ditingkatkan dengan kegiatanya, agar supaya terhindar adanya pemusatan
kekuasan pada satu tangan dan terwujudnya pembagian kekuasaan seperti yang
ditetapkan didalam UUD 1945 yang mantap.
Dalam Implementasi tentang pemilihan umum ternyata masih banyak yang
tidak sejalan dengan yang diterapkan sekarang ini khusunya pada UU no 42. Tahun
2008, bahkan mengenai hasil amandemen UUD 1945 tentang PEMILU dirasa tidak
sesuai dengan perkembangan sekarang, masih terdapat penyimpangan-penyimpangan
dalam proses pemilihan umum.
Sedangkan secara konstitusional Lembaga-lembaga Negara menurut UUDS 1950
adalah Presiden dan wakil presiden, menteri-mentri, Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), Mahkamah Agung (MA), dan Dewan Pengawas Keuangan.
Walaupun masih menggunakan Undang-undang dasar sementara(UUDS) tahun
1950, dan sistem pemerintahan waktu itu masih menggunakan sistem parlementer,
yaitu mentri-mentri( kabinet) bertanggungjawab kepada parlemen.
B.
Tujuan Penulisan
1. UUD
1945
a. Untuk
mengetahui Pengertian Politik
menurut UUD 1945.
b. Untuk
mengetahui Kelengkapan
Politik menurut UUD 1945.
c. Untuk
mengetahui Pelaksanaan
Politik menurut 1945.
2.
UUDS 1950
a.
Untuk mengetahui Pengertian Politik menurut UUDS 1950.
b.
Untuk mengetahui Kelengkapan Politik menurut UUDS 1950.
c.
Untuk mengetahui Pelaksaan Politik menurut UUDS 1950.
3.
Perbedaan Politik menurut UUD 1945 dan UUDS 1950.
BAB II
RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana Politik menurut UUD 1945
?
B. Bagaimana Politik menurut UUDS 1950
?
C. Bagaimana Perbedaan Politik menurut
UUD 1945 dan UUDS 1950 ?
BAB III
PEMBAHASAN
A. Politik menurut UUD 1945
1.
Pengertian Politik menurut UUD 1945
Pengertian politik secara etimologi adalah berasal
dari nahasa yunani. Politeia, yang akar katanya adalah polis, berarti kesatuan
masyarakat yang berdidri sendiri, yaitu negara dan teia, berarti urusan. Dalam
bahasa Indonesia, politik dalam arti polities mempunyai makna kepentingan umum
warga negara suatu bangsa. Politik merupakan suatu rangkaian asas, prinsip,
keadaan, jalan, cara dan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu
yang kita kehendaki. Polities dan policy memiliki hubungan yang erat dan timbal
balik. Polities memberikan asa, jalan, arah dan medannya, sedangkan policy
memberikan pertimbangan cara pelaksanaan asas, jalan,dan arah tersebut
sebaik-baiknya.
Dalam bahasa Inggris, polities adalah suatu rangkaian
asas (prinsip),keadaan, cara dan alat yang digunakan untuk mencapai cita-cita
tujuan tertentu. Sedangkan policy yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan
sebagai kebijaksanaan, adalah penggunaan pertimbangan-pertimbangan yang
dianggap dapat lebih menjamin terlaksananya suatu usaha, cita-cita atau tujuan
yang dikehendaki. Pengambil kebijaksanaan biasanya dilakukan oleh seorang
pemimpin.
Politik secara umum menyangkut proses penentuan tujuan
negara dan cara melaksanakannya. Pelaksanaan tujuan itu memerlukan
kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan,
pembagian atau lokasi sumber-sumber yang ada. Perlu di ingat bahwa penentuan
kebijakan umum, pengaturan, pembagian, maupun alokasi sumber-sumber yang ada
memerlukan kekuasaan dan wewenang (authority). Kekuasaan dan wewenang ini
memainkan peran yang sangat penting dalam pembinaan kerja sama dan penyelesaian
konflik yang mungkin muncul d lam proses pencapaian tujuan.Dengan demikian,
poltik membicarakan hal-hal yang berkaitan dngan negara, kekuasaan, pengambilan
keputusan, kebijakan (policy), dan distribusi atau alokasi sumber daya.
2.
Kelengkapan Politik menurut UUD 1945
A. Presiden
Penyelenggaraan
kekuasaan pemerintahan Negara tertinggi di bawah MPR, yang dalam melakukan
kewajiban dibantu oleh satu orang wakil presiden (pasal 4 ayat 2 UUD 1945).
Pemegang kekuasaan Eksekutif (pelaksana UU), yang mencakup:
1.
Kepala pemerintahan(bidang eksekutif
2.
Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD
(pasal 4 ayat 1)
3.
Menetapkan peraturan pemerintahan untuk
mernjalankan UU sebagaimana mestinya (pasal 5 ayat 2)
4.
Membentuk dewan pertimbangan yang bertugas
memberikan nasihata dan pertimbangan kepada presiden (pasal 16)
5.
Mengangkat dan memberhentikan menteri (pasal 17
ayat 2)
Bidang legislatif:
a.
Mengajukan rancangan UU kepada DPR (pasal 5
ayat 1)
b.
Bersama-sama DPR menyetujui setiap
rancangan UU (pasal 20 ayat 2)
c.
Mengesahkan rancanan UU yang telah disetujui
bersama dengan DPR (pasal 20 ayat 4)
d.
Menetapkan peraturan pemerintahan sebagai
pengganti UU (pasal 22 ayat 1)
Bidang Yudikatif;
1.
Memberi grasi dan rehabilitasi dengan
pertimbangan MA (Pasal 11 ayat 1)
2.
Memberi amnesti dan abolisi dengan
memperhatikan pertimbangan DPR (pasal 14 ayat 2)
Kepala Negara
a.
Membuat perjanjiaan dengan Negara lain dengan
persetujuan DPR (Pasal 11 ayat 1)
b.
Mengangkat duta dan konsul (pasal 13 ayat 1)
c.
Menerima duta dari Negara lain (pasal 13 ayat
3)
d.
Memberi gelar, tanda jasa, dll tanda kehormatan
(pasal 15)
Panglima Tinggi”
a.
Memengang kekuasaan tertinggi atas angkatan
darat, luar, dan udara (pasal 10)
b.
Menyatakan perang dan membuat perdamaian dengan
Negara lain dengan persetujuan DPR ( pasal 11 ayat 1)
c.
Menyatakan keadaan bahaya (pasal 12)
Pasaca
orde baru, MPR-RI telah mengeluarkan ketetapan MPR No. XIII/MPR/1998 yang
menyatakan” presiden dan wakil presiden RI memegang jabatan selama 5 tahun dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang hanya untuk 1 kali masa
jabatan”. Ketetapan MPR tersebut kemudian menjadi salah satu materi amandemen pertama
UUD 1945 yang disahkan tanggal 19 okt 1999, termuat dalam pasal 7 UUD 1945.
Presiden dan wakil presiden dipilih dalam 1 pasangan secara langsung oleh
rakyat (pasal 6A) yang dapat diusulkan oleh partai politik dengan mendapat
suara lebih dari 50% dalam pemilu, dan 20% suara setiap provinsi. Namun jika
tidak ada pasangan yg memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilu
secara langsung, maka diadakan pemilu putaran kedua yang diikuti oleh 2
pasangan dengan suara terbanyak. Pasangan yang memperoleh suara terbanyak dalam
pemilu putaran kedua ini menjadi presiden dan wakil. Presiden dan wakil
terpilih dilantik oleh MPR. Ketetapan MPR-RI
no. V11/MPR/1999 tentang pengangkatan presiden RI pasal 3:”presiden RI
melaporkan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan Negara menurut UUD 1945 dan
GBHN dalam sidang tahunan MPR-RI dan mempertanggung jawabkannnya dalam siding
umum MPR pada akhir masa jabatannya”.
Tugas wakil presiden tidak tercantum dalam UUD
1945, baik secara implisit atau eksplisit. Namun secara umum, wakil presiden
mempunyai tugas yaitu”
a.
Memperhatikan secara khusus, menampung masalah,
dan mengusahakan memecahkan masalah yg perlu, menyangkut bidang tugas
kesejahteraan rakyat
b.
Melakukan pengawasan operasional pembangunan
dengan bantuan departemen, dalam hal ini inspektur jenderal dari departemen yg
bersangkutan
Jika presiden tidak dapat menjalankan
tugasnya(berhalangan tetap) sesuai pasal 8 UUD 1945, digantikan oleh wakil
sampai habis masa jabatannya. Namun jika wakil presiden berhalangan, maka MPR
dalam waktu paling lambat 60 hari harus mengadakan siding untuk memilih wakil
presiden dari 2 calon yang diusulkan presiden. Jika presiden dan wakil
berhalangan tetap, maka pelaksanaan tugas kepresidenan adalah: menteri luar
negeri, dalam negeri, dan pertahanan secara bersama. MPR dalam waktu paling
lambat 30 hari segera mengadakan sidang pemilihan presiden dan wakil dari 2
calon yg diusulkan oleh partai politik/ gabungan partai politik yang meraih
suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya sampai habis masa
jabatan.
B. Dewan Perwakilan Rakyat
Menurut pasal 19 ayat 1 UUD 1945, DPR dipilih
melalui pemilu dan susunannya diatur dengan UU. (anggota DPR juga anggota
MPR-pasal 2. DPR bersidang sedikitnya sekali dalam setahun (pasal 19 ayat 3)
Pemegang kekuasaan Legislatif(pembuat UU)
mencakup:
1.
Memegang kekuasaan membentuk UU (pasal 20 ayat
1)
2.
Membahas dan menyetujui bersama rancangan UU
yang diajukan oleh presiden
3.
Memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan
fungsi pengawasan (pasal 20 A ayat 1)
4.
Fungsi DPR dari sudut pandang ketatanegaraan
mencakup antara lain:
a.
Fungsi legislasi atau pembuatan UU( legislative
of law making function)
b.
Fungsi control ( control function)
c.
Fungsi perwakilan (representative function)
Alat
kelengkapan DPR terdiri dari: pimpinan DPR, badan musyawarah, komisi, badan
urusan rumah tangga, badan kerjasama antar parlemen, dan panitia khusus.DPR
Berkewajiban mengawasi tindakan presiden dan wakil dalam pelaksanaan haluan
Negara. DPR berhak mengajukan usul kepada MPR untuk mengadakan sidang istimewa
jika presiden dan wakil melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan kpd
Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, perbuatan buruk.Hak DPR
mencakup:
a.
Hak inisiatif: hak mengajukan rancangan UU kpd
presiden/pemerintah ( pasal 21)
b.
Hak angket: hak mengadakan penyelidikan atas
kebijakan presiden/ pemerintah
c.
Hak budget: hak mengajukan anggaran
d.
Hak amandemen: hak untuk menilai atau
mengadakan perubahan atas rancangan UU
e.
Hak interpelasi: hak untuk meminta keterangan
kepada presiden
f.
Hak petisi: hak untuk mengajukan pertanyaan
atas kebijaksanaan yang diambil pemerintah/presiden.
C. Mahkamah Agung
Pasal 24 UUD 1945 disebutkan bahwa kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh seorang mahkamah agung dan lain-lain badan kehakiman
menurut UU.( MA dan Badan Peradilan Lainnya adalah pemegang kekuasaan kehakiman
yang merdeka/ lepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah)
Pemegang
kekuasaan yudikatif (mengadili pelanggaran UU ). Dalam pasal 28-29 UU no.14
1985, antara lain:
1.
Memeriksa dan memutuskan :
a.
Permohonan kasasi
b.
Sengketan tentang kewenangan mengadili
c.
Permohonan peninjauan kembali putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
2.
Memutuskan permohonan kasasi terhadap putusan
pengadilan tingkat banding/tingkat terakhir dari semua lingkungan peradilan
3.
Lingkungan peradilan, dapat dibedakan sebagai
berikut:
a.
Peradilan umum ( UU NO. 2 Tahun 1986)
b.
Peradilan Agama (UU NO. 7 Tahun 1989)
c.
Peradilan Militer (UU No. 5 Tahun 1950)
d.
Peradilan Tata Usaha Negara ( UU No. 5/1986)
4.
MA merupakan peradilan tertinggi yang
memberikan putusan terakhir yang dapat dimintakan kasasi (untuk
membatalkan/menguatkan keputusan peradilan tingkat di bawahnya)
5.
Dalam TAP.MPR No. III/MPR/1978 disebutkan bahwa
MA dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum, baik diminta/tidak kepada
lembaga tinggi Negara serta mempunyai wewenang menguji secara material
peraturan perundang-undangan di bawah UU
6.
Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan Negara
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan berdasarkan pancasila.
3.
Pelaksanaan Politik menurut UUD 1945
Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden merupakan
suatu ritual politik yang secara periodik dilaksanakan di Indonesia.
Berdasarkan sejarahnya, Pemilihan Umum telah dilaksanakan sebanyak 9 (Sembilan)
kali (Tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, dan 2004). Akan
tetapi dari kesembilan kali pemilu tersebut, barulah pada pemilu tahun 2004
rakyat Indonesia dapat memilih langsung calon presiden dan wakil presidennya,
ketentuan tersebut dapat kita lihat pada UUD 1945 amandemen III Pasal 6A (ayat
1) yang menyatakan bahwa, “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu
pasangan secara langsung oleh rakyat”.
Berbeda dengan pemilu pada tahun 1955 sampai dengan
tahun 1999, rakyat hanya memilih wakil mereka di parlemen, setelah itu barulah
anggota parlemen yang memilih presiden dan wakil presiden. Disahkannya UU No.
42 tahun 2008 yang merupakan hasil up-grade dari Undang-Undang Pemilu presiden
dan wakil presiden sebelumnya (pemilu 2004).Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008
Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan secara efektif
dan efisien, berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali yang
dilaksanakan secara serentak pada hari libur atau hari yang diliburkan di
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan daerah
pemilihan. Hari, tanggal, dan waktu pelaksanaannya ditentukan oleh Komisi
Pemilihan Umum (KPU) setelah pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD. Sedangkan
pengawasan dilaksanakan oleh Bawaslu.
Dalam Implementasi Undang-undang no 42 tahun 2008
tentang pemilhan presiden dan wakil presiden dari perubahan amandemen uud 1945
, sebagai produk perundang-undangan yang baru dan juga belakangan ini
menuai perdebatan dikalangan elit politik nasional, akan terjadi
perubahan-perubahan materiil dalam isi dan kandungannya. Semisal ketentuan
mengenai syarat untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden bagi partai
politik atau gabungan partai politik, dimana dalam UU tersebut mensyaratkan
untuk memenuhi perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari
jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah
nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden. Demikian pula halnya untuk menetukan Pasangan Calon terpilih,
diharuskan untuk memperoleh suara > 50% dari jumlah suara dalam Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di
setiap provinsi yang tersebar di lebih dari ½ (setengah) jumlah provinsi di
Indonesia.
Dalam Implementasi tentang pemilihan umum ternyata
masih banyak yang tidak sejalan dengan yang diterapkan sekarang ini khusunya
pada UU no 42. Tahun 2008, bahkan mengenai hasil amandemen UUD 1945 tentang
PEMILU dirasa tidak sesuai dengan perkembangan sekarang, masih terdapat
penyimpangan-penyimpangan dalam proses pemilihan umum. Mengenai implementasi
yang telah diterapkan pada amandemen perubahan UUD 1945 yakni pemilihan umum
tahun 2004 yang merupakan eksperimen demokrasi Indonesia baru setelah presiden
Suharto lengser dimana sudah sangat jauh berbeda dengan pemilu pada tahun 1999
karena pemilu pada tahun 2004 merupakan pemilu pertama setelah amandemen ke-4,
sedangakan untuk implementasi UU no 42 tahun 2008 terhadap amandemen UUD 1945
B. Politik
Menurut UUSD 1950
1.
Pengertian Politik Menurut UUDS 1950
Politik dilihat dari aspek pengertian dalam bahasa
sehari-hari sering ditafsirkan secara bervariasi, yaitu mulai dari pengertian
yang positif; misalnya kekuasaan, partai, pemerintahan negara, kebijakan
pemerintah, kehidupan parlementer. Sampai pada pengertian yang negatif, seperti
percakapan warung kopi, perbuatan manipulatif, atau korupsi, kolusi, nepotisme,
kelicikan, curang dan jahanam, kemunafikan,dll.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1983:763) arti politik
adalah segala urusan dan tindakan mengenai pemerintahan suatu negara atau
terhadap negara lain, tipu muslihat atau kelicikan, dan juga dipergunakan
sebagai nama bagi sebuah disiplin pengetahuan, yaitu ilmu politik.
Miriam Budiardjo (2000:8) politik adalah: “bemacam-macam
kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara)yang menyangkut proses
menentukan tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan itu”
Menurut Kartini Kartono (1989:5-6), dilihat dari struktur dan
kelembagaan politik dapat diartikan sebagai sesuatu yang ada relasinya dengan
pemerintahan (peraturan, tindakan, pemerintahan, undang-undang, hukum,
kebijakan atau policy, dan lain-lain).
Dari berbagai pengertian politik diatas tampak ada perbedaan,
namun hal ini menurut Miriam Budiardjo (2000:9) perbedaan itu di sebabkan
karena setiap sarjana cenderung meneropong hanya salah satu aspek atau unsur
politik. Kemudian unsur tersebut diperlakukan sebagai konsep pokok yang dipakai
untuk meneropong unsur lainnya. Konsep-konsep yang dimaksud adalah:negara
(state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijakan
(policy), pembagian (distribution), atau alokasi (alocation)
2.
Kelengkapan Politik Menurut UUDS 1950
A. Presiden
Undang-undang
sementara ini mengatur kedudukan dan kekuasaan, tugas dan kewenangan, serta hak
dan kewajiban lembaga kepresidenan secara lebih rinci. Menurut undang undang
sementara ini tugas presiden secara khusus adalah:
1.
Presiden dan wakil presiden adalah alat perlengkapan
negara (pasal 44)
2.
Presiden dan wakil presiden berkedudukan di tempat
kedudukan pemerintah (pasal 46 ayat 1)
3.
Presiden berkedudukan sebagai Kepala Negara (pasal 45
ayat 1)
4.
Wakil presiden membantu presiden dalam melaksanakan
kewajibannya (pasal 45 ayat 2)
5.
Wakil presiden menggantikan presiden jika presiden
tidak mampu melaksanakan kewajibannya (pasal 48)
6.
Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu-gugat
dan seluruh pertanggung jawaban berada di tangan kabinet (pasal 83 dan 85)
7.
Presiden dan wakil presiden dilarang: (a). rangkap
jabatan dengan jabatan apapun baik di dalam ataupun di luar negara, (b). turut
serta atau menjadi penanggung perusahaan yang diadakan negara maupun daerah
otonom, (c). dan mempunyai piutang atas tanggungan negara (pasal 55 ayat 1,2,
dan 3). Larangan (b) dan (c) tetap berlaku selama tiga tahun setelah presiden
meletakkan jabatannya (pasal 55 ayat 4)
8.
Presiden dan wakil presiden maupun mantan presiden dan
mantan wakil presiden diadili oleh Mahkamah Agung atas pelanggaran jabatan atau
pelanggaran lainnya yang dilakukan dalam masa jabatannya (pasal 106 ayat 1)
9.
Hal keuangan presiden dan wakil presiden diatur dengan
UU (pasal 54)
10. Presiden
membentuk kabinet (pasal 50 dan 51)
11. Presiden
menyaksikan pelantikan kabinet (pasal 53)
12. Presiden
dan wakil presiden menerima pemberitahuan kabinet mengenai urusan penting
(pasal 52 ayat 2)
13. Presiden
menyaksikan pelantikan anggota DPR (pasal 63)
14. Presiden
mengesahkan pemilihan Ketua dan Wakil-wakil Ketua DPR (pasal 62 ayat 1)
15. Presiden
bertindak secara administratif/protokoler dalam urusan legislatif (pasal 90 ayat 1, 92, 93, dan 94 ayat 3)
16. Presiden
berhak membubarkan DPR dan memerintahkan pembentukan DPR baru (pasal 84)
17. Presiden
menyaksikan pelantikan anggota Konstituante, dan mengesahkan pemilihan Ketua
dan Wakil-wakil ketua Konstituante (pasal 136)
18. Presiden
bertindak secara administratif/protokoler dalam urusan konstitutif (pasal 140
ayat 2)
19. Presiden
memberhentikan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota-anggota Mahkamah Agung atas
permintaan sendiri (pasal 79 ayat 4)
20. Presiden
memberi grasi, amnesti, dan abolisi dengan pertimbangan Mahkamah Agung (pasal
107)
21. Presiden
memberhentikan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota-anggota Dewan Pengawas Keuangan
atas permintaan sendiri (pasal 81 ayat 4)
22. Presiden
memberi tanda kehormatan menurut UU (pasal 87)
23. Presiden
mengangkat dan menerima misi diplomatik (pasal 123)
24. Presiden
mengadakan dan mengesahkan perjanjian internasional atas kuasa UU (pasal 120)
25. Presiden
memegang kekuasaan militer (pasal 127)
26. Presiden
menyatakan perang dengan persetujuan DPR (pasal 12)
27. Presiden
menyatakan keadaan bahaya (pasal 129 ayat 1)
Selain bertindak
secara khusus, sebagai bagian dari pemerintahan dalam fungsi
administratif/protokoler, presiden dan wakil presiden, menurut konstitusi,
antara lain:
1.
Menjalankan pemerintahan (pasal 82)
2.
Mengesahkan atau memveto UU yang telah disetujui oleh
DPR (pasal 94 ayat 2 dan 95 ayat 1)
3.
Mengeluarkan peraturan darurat (UU Darurat) dalam keadaan
mendesak (pasal 96 ayat 1)
4.
Mengeluarkan peraturan pemerintah (pasal 98 ayat 1)
5.
Memegang urusan umum keuangan (pasal 111 ayat 1)
B.
Dewan Perwakilan Rakyat
1.
Pasal 56
Dewan perwakilan
rakyat mewakili seluruh rakyat Indonesia dan terdiri dari sejumlah anggota yang
besarnya ditetapkan berdasar atas perhitungan setiap 300.000 jiwa penduduk
warga Negara indonesiamempunyai seorang wakil; ketentuan ini tidak mengurangi
yang ditetapkan dalam ayat kedua pasal 58
2.
Pasal 57
Anggot-anggota
dewan perwakilan rakyat diilih dalam suatu pemilihan umum oleh warga Negara
Indonesia yang memenuhi syarat dan menurut aturan yang ditetapkan dengan
undang-undang
3.
Pasal 58
a.
Golongan kecil tionghoa, eropah dan arab akan mempunyai
wakil dalam dewan perwaklan rakyat dengan berturut-turut sekurangnya 9,6 dan 3
anggota
b.
Jika jumlah itu tidak tercapai dalam pemilihan menurut
undang-undang termaksud dalam pasal 57 , maka pemerintah republic Indonesia
mengangkat wakil tambahan bagi golangan kecil itu. Jumlah anggota dewan
perwakilan rakyat sebagai tersebut dalam pasal 56 ditambah dalam hal itu jika
perlu dengan jumlah engangkatan itu.
4.
Pasal 56
Anggota dewan
perwakilan rakyat dipilih dalam masa 4 tahun. Mereka meletakkan jabatannya
bersama-sama dan sesudahnya dapat diilih kembali
5.
Pasal 60
Yang boleh menjadi
anggota dewan perwakilan rakyat ialah warga Negara yang telah berusia 25 tahun
dan bukan orang yang tidak diperkenankan serta dalam atau menjalankan hak pilih
ataupun orang yang haknya untuk dipilih telah dicabut.
6.
Pasal 61
a.
Keanggotaan dewan perwakilan rakyat tidak dapat
dirangkap dengan jabatan presiden, wakil presiden, jaksa angung, ketua, wakil
ketua atau anggota dewan mahkamah agung, ketua,walil ketua atau anggota dewan
pengawas keuangan, presiden, bank sirkulasi dan jabatan yang telah ditenyukan
undang-undang
b.
Seorang anggota dewan perwakilan rakyat yang merangkap
menjadi menteri tidak boleh mempergunakan hak atau melakukan kewajibannya
sebagai anggota badan tersebut selama ia memangku jabatan tersebut.
c.
Anggota angkatan perang dalam dinas aktif yang menerima
keanggotaan dewan perwakilan rakyat, dengan sendirinnya menjadi nn-aktif selama
keanggotaan itu. Setelah berhenti menjadi anggota, ia kembai dalam dinas aktif
lagi.
7.
Pasal 62
a.
Dewan perwakilan rakyat memilih dari antaranya seorang
ketua dan seorang atau beberapa orang wakil ketua. Pemilihan ini membutuhkan
pengesahan presiden.
b.
Selam pemilihan ketua dan wakil ketua belum disahkan
oleh presiden, rapat diketua untuk sementara oleh anggota yang tertua umurnya
8.
Pasal 63
Anggota dewan
perwakilan rakyat sebelum memangku jabatannya, mengangkat sampah (menyatakan
keterangan) dihadaan presiden atauketua dewan perwakilam rakyat yang dikuasakan
untuk itu oleh presiden, menurut cara agamanya.
9.
Pasal 64
Dalam rapat dewan
perwakilan rakyat ketua memberi kesempatan berbicara kepada menteri, apabila dan
tiap kali mereka menginginkannya
10.
Pasal 65
a.
Dewan perwakilan rakya bersidang, apabila pemerintah
menyatakan kehendaknya tentang itu atau apabila ketua atau sekurang-kurangnya
sepersepuluh dari jumlah anggota dewan perwakilan rakyat menganggap hal itu
perlu
b.
Ketua memanggil rapat dewan perwakilan rakyat
11.
Pasal 66
a.
Rapat dewan perwakilan rakyat terbuka untuk umum
kecuali jika ketua menimbang perlu pintu ditutup ataupun sekurang-kurangnya
sepuluh anggota menginginkan hal itu
b.
Sesudah pintu di tutup, rapat memutuskan apakah
permusyawaratan dilakukan dengan pintu tertutuptentang hal yang dibicarakan
dalam rapat tertutup dapat juga diputuskan dengan pintu terbuka
12.
Pasal 67
Anggota DPR setiap
waktu boleh melepaskan jabatannya. Mereka memberitahukan hal itu dengan surat kepada
ketua
13.
Pasal 68
DPR mengadak rapat
dijakarta kecual jika dalam hal darurat pemerintah menentuka tempat lain.
14.
Pasal 69
a.
DPR mempunyai hk interpelansi dan hak menanya: anggota
mempunyai hak menanya
b.
Menteri memberitahu kepada DPR, baik dengan lisan maupun
dengan tertulis, segala penerangan yang dikehendaki menurut ayat yang lalu dan
yang pemberiaanya dianggap tidak berlawanan dengan kepentingan umum republic
Indonesia
15.
Pasal 70
DPR mempunyai hak
menyelidiki, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang
16.
Pasal 71
Ketua dan anggota
DPR begitu pula menteri tidak dapat dituntut dimuka pengadilan karena yang
dikatakannya dengan surat kepada majelis itu, kecuali jika mereka dengan itu
mengumumkan apa yang dikatakan atau yang dikemukakan dalam rapat tertutup
dengan syarat supaya dirahasiakan.
17.
Pasal 72
a.
Anggota DPR mengeluarkan suara sebagai orang yang
bebas, menurut perasaan kehormatan dan keinsyafan batinnya tidak atas perintah
atau dengan kewajiban berembuk dahulu dengan mereka yang menunjuknnya sebagai
anggota
b.
Mereka tidak mengeluarkan suara tentang hal yang
mengenai dirinya sendiri
18.
Pasal 73
Gaji ketua DPR,
tunjangan yang akan diberikan kepada nggota dan mungkin juga kepada ketua,
begitu pula biaya perjalanan yang harus didapatnya, diatur dengan undang-undang
19.
Pasal 74
a.
Sekali orang yang menghadiri rapat DPR yang tetutup,
wajib merahasiakan yang dibicarakan dalam raat itu, kecuali jika majelis
inimemutuskan lain, ataupun jika kewajiban merahasiakan itu dihapuskan
b.
Hal ini berlaku juga terhadap anggota, menteri dan
pegawai yang mendapat tahu dengan cara bagaimanapun yang dibicarakan itu
20.
Pasal 75
a.
DPR tidak boleh bermusyawarah atau mengambil keputusan,
jika tidak hadir lebih dari seperdua jumlah anggota siding
b.
Sekedar dalam undang-undang dasar ini tidak ditetapka
lain maka segala keputusan diambil dengan jumlh terbanyak mutlak suara yang
dikeluarkan
c.
Apabila dalam waktu mengambil keputusan, suara sama
berat, dalam hal rapat itu lengkap anggotannya, usul itu dianggap ditolak, atau
dalam hal lain, mengambil keputusan ditangguhkan sampai rapat berikut
d.
Pemungutan suara tentang orang dilakukan denga rahasia
dan tertulis. Apabila suara sama berat maka keputusan diambil dengan undian
21.
Pasal 76
DPR selekas mungkin menetapkan peraturan
ketertiban
22.
Pasal 77
Dengan tidak
mengurangi ketentuan dalam pasal 138, maka untuk pertama kali selama DPR belum
tersusun dengan pemilihan menurut undang-undang, DPR terdiri dari ketua, wakil
ketua, dan anggota-anggota senat, ketua, wail ketua, dan anggota badan pekerja
komite nasional pusat dan ketua, wakil ketua dan anggota dewan pertimbangan
agung
C.
Mahkamah Agung
1. Pasal
78
Susunan dan kekuasaan mahkamah agung
di atur dengan undang-undang
2. Pasal
79
a.
Ketua, wakil ketua dan anggota mahkamah agung diangkat
menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan undang-undang. Pengangkatan itu
adalah untuk seumur hidup;ketentuan ini tidak mengurangi yang ditetapkan dalam
ayat yang berikut
b.
Undang undang dapat menetapkan, bahwa ketua, wakil
ketua dan anggota mahkamah agung diberhentikan apabila mencapai usia yang
tertentu
c.
Mereka dapat dipecat atau diberhentikan menurut cara
dan dalam hal yang ditentukan oleh undang-undang
d.
Mereka dapat diberhentikan oleh presiden atas
permintaan sendiri
D. Pelaksanaan
Politik Menurut UUDS 1950
Walaupun masih menggunakan Undang-undang dasar sementara(UUDS) tahun
1950, dan sistem pemerintahan waktu itu masih menggunakan sistem parlementer,
yaitu mentri-mentri( kabinet) bertanggungjawab kepada parlemen. Parlemen dapat
menjatuhkan cabinet dengan mosi tidak percaya, sedangkan posisi presiden disini
hanya sebagai kepala negara bukan sebagai kepala pemerintahan sehingga tidak
dapat dijatuhkan oleh parlemen. Cabinet dipimpin oleh perdana mentri. Dalam
pasal 1 ayat 1 UUDS 1950 menyatakan bahwa Negara republic indonseia adalah negara
kesatuan yang berbentuk republic. Sedangkan untuk melaksanakan kepanjangan
tangan dari pemerintah pusat serta pendelegasian wewenang diselenggarakan
desentralisasi atau otonomi daerah. Kemudian di jelaskan pada pasal 131
disebutkan yaitu pembagian wilayah Indonesia atas daerah besar kecil yang
berhak mengurus rumah tangganya sendiri (otonom), dengan bentuk susunan
pemerintahannya ditetapkan oleh undang-undang.
Indonesia seperti yang di ketahui baru memulai pemilu pada tahun 1955.
Sehingga sebelumnya tugas DPR dilaksanakan oleh Komite Nasional Indonesia
pusat. UUDS 1950 menganut sistem pemerintahan demokrasi barat dengan sistem
kabinet parlementer. Di pemilu di tahin 1955 (pemilu yang pertama) timbul
lembaga negara yaitu konstituante atau di DPR dari hasil pemilu yang pertama.
Berdasarkan UUDS 1950, sistem pemerintahan seharusnya bersumber pada
demokrasi Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUDS 1950. Namun,
dalam pelaksanaanya, demokrasi yang dipraktikan adalah demokrasi liberal,
karena berlaku sistem multipartai. Apalagi setelah hasil pemilu tahun 1955,
tidak ada satupun partai yang menang dan mendapat kursi mayoritas ( 51% ) di
parlemen, sehingga pemerintahan mengalami ketidakstabilan politik. Hal ini
dapat terlihat dengan sering jatuhnya kabinr dalam periode ini, yaitu dalam
kurun waktu tahun 1950 s/d 1959. Berikut kabinet-kabinet yang pernah ada pada
waktu itu.
1.
Kabinet Natsir ( 6 September 1950 – 27 April 1951 )
Kabinet Natsir
merupakan suatu Zaken Kabinet, intinya adalah Partai Masyumi. Kabinet ini
menyerahkan mandatnya tanggal 21 Maret 1951, setelah adanya mosi yang menuntut
pembekuan dan pembubaran DPRD Sementara. Penyebab lainnya adalah seringnya
mengeluarkan Undang Undang Darurat yang mendapat kritikan dari partai oposisi.
2.
Kabinet Sukiman ( 27 April 1951- 3 April 1952 )
Kabinet Sukiman
merupakan koalisi antara Masyumi dengan PNI. Pada masa Kabinet Sukiman muncul
berbagai gangguan keamanan, misalnya DI/TII semakin meluas dan Republik Maluku
Selatan. Kabinet ini jatuh karena kebijakan politik luar negerinya diangap
condong ke Serikat. Pada tanggal 15 Januari 1952 diadakan penandatanganan
Mutual Security Act (MSA). Perjanjian ini berisi kerja sama keamananan dan
Serikat akan memberikan bantuan ekonomi dan militer.
3.
Kabinet Wilopo ( 3 April 1952 – 30 Juli 1953 )
Kabinet Wilopo
didukung oleh PNI, Masyumi, dan PSI. Prioritas utama program kerjanya adalah
peningkatan kesejahteraan umum. Peristiwa penting yang terjadi semasa
pemerintahannya adalah peristiwa 17 Oktober 1952 dan peristiwa Tanjung Morawa.
Peristiwa 17 Oktober 1952, yaitu tuntutan rakyat yang didukung oleh Angkatan
Darat yang dipimpin Nasution, agar DPR Sementara dibubarkan diganti dengan
parlemen baru. Sedang Peristiwa Tanjung Morawa (Sumatra Timur) mencakup
persoalan perkebunan asing di Tanjung Morawa yang diperebutkan dengan rakyat
yang mengakibatkan beberapa petani tewas.
4.
Kabinet Ali Sastroamijoyo I ( 30 Juli 1953-12 Agustus
1955 )
Kabinet ini
dikenal dengan Kabinet Ali Wongso (Ali Sastroamijoyo dan Wongsonegoro).
Prestasi yang dicapai adalah terlaksananya Konferensi di Bandung 18-24 April
1955.
5.
Kabinet Burhanudin Harahap ( 12 Agustus 1955 – 24 Maret
1956 )
Kabinet ini dipimpin oleh Burhanudin Harahap dengan
inti Masyumi. Keberhasilan yang diraih adalah menyelenggarakan pemilu pertama
tahun 1955. Karena terjadi mutasi di beberapa kementerian, maka pada tanggal 3
Maret 1956 Burhanudin Harahap menyerahkan mandatnya.
6.
Ali Sastroamijoyo II ( 24 Maret 1956 – 9 April 1957 )
Program Kabinet
Ali II disebut Rencana Lima Tahun. Program ini memuat masalah jangka panjang,
misalnya perjuangan mengembalikan Irian Barat. Muncul semangat anti- Cina dan
kekacauan di daerah-daerah sehingga menyebabkan kabinet goyah. Akhirnya pada
Maret 1957, Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya.
7.
Kabinet Djuanda ( 9 April 1957 – 10 Juli 1959 )
Kabinet Djuanda
sering dikatakan sebagai Zaken Kabinet, karena para menterinya merupakan ahli
dan pakar di bidangnya masing-masing. Tugas Kabinet Djuanda melanjutkan
perjuangan membebaskan Irian Barat dan menghadapi keadaan ekonomi dan keuangan
yang buruk. Prestasi yang diraih adalah berhasil menetapkan lebar wilayah
Indonesia menjadi 12 mil laut diukur dari garis dasar yang menghubungkan titik-titik
terluar dari Pulau Indonesia.
C. Perbedaan UUD 1945 dan UUDS 1950
No.
|
Kelengkapan
Negara
|
UUD 1945
|
UUDS 1950
|
1
|
Presiden
|
Bagian III
Pasal 14 ayat 1-3
Pasal 15 ayat 1-2
Pasal 16 ayat 1-2
Pasal 17
Pasal 18
Pasal 19-20
Pasal 11
Pasal 12-15
|
Bagian I (diatur dalam pasal 45-48)
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Terdapat di pasal 48
Tidak ada
Pasal 120 ayat 1
|
2
|
Mahkamah Agung
|
Bagian IX
Pasal 24A
|
Bagian III
(diatur pasal 48-49)
Tidak ada
|
3
|
Dewan
Perwakilan Rakyat
|
Bagian VII
Pasal 19 ayat 1-2
Pasal 20 ayat 1-2
Pasal 21
Pasal 22A dan 22 B
|
Bagian
II (di atur pasal 56-77)
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
|
BAB IV
PENUTUPAN
A.
Simpulan
Politik secara umum menyangkut proses penentuan tujuan negara dan cara
melaksanakannya. Pelaksanaan tujuan itu memerlukan kebijakan-kebijakan umum
(public policies) yang menyangkut pengaturan, pembagian atau lokasi
sumber-sumber yang ada.
Dalam Implementasi tentang pemilihan umum ternyata masih banyak yang
tidak sejalan dengan yang diterapkan sekarang ini khusunya pada UU no 42. Tahun
2008, bahkan mengenai hasil amandemen UUD 1945 tentang PEMILU dirasa tidak
sesuai dengan perkembangan sekarang, masih terdapat penyimpangan-penyimpangan
dalam proses pemilihan umum.
Dari berbagai pengertian politik terdapatbeberapaperbedaan, namun hal ini menurut
Miriam Budiardjo (2000:9) perbedaan itu di sebabkan karena setiap sarjana
cenderung meneropong hanya salah satu aspek atau unsur politik. Kemudian unsur
tersebut diperlakukan sebagai konsep pokok yang dipakai untuk meneropong unsur
lainnya. Konsep-konsep yang dimaksud adalah: negara (state), kekuasaan (power),
pengambilan keputusan (decision making), kebijakan (policy), pembagian
(distribution), atau alokasi (alocation)
Walaupun masih menggunakan Undang-undang dasar sementara(UUDS) tahun
1950, dan sistem pemerintahan waktu itu masih menggunakan sistem parlementer,
yaitu mentri-mentri( kabinet) bertanggungjawab kepada parlemen.
A. Saran
Dalam
pembuatan makalah ini, pemakalah menyadari bahwa pemakalah tidak luput dari
kesalahan dan kekurangan, karena tidak sempurna nya ilmu yang pemakalah miliki.
Untuk itu pemakalah mohon kritikan dan saran dari pembaca. Atas kritikan dan
saran pemakalah ucapkan banyak terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Kansil, C.S.T., S.H.”Pancasila dan Undang_Undang Dasar !945.Dasar Falsafah Negara (3 jilid)”.
Pradnya Paramita. Jakarta. 1972
Maksudi, Beddy iriawan. 2012.”Sistem Politik Indonesia.”Jakarta: PT
Raja Grafindo. Persada
Pringgodigdo, H.A.K., Drs.S.H. 1981.”Tiga UUD”. Jakarta:P.T. Pembangunan
Priyanta, Sugeng, Djainudin harun, dll. 2008.Pendidikan Kewarganegaraan SMP. Jakarta:Pusat Perbukuan Dapartemen
Pendidikan Nasional 2008.
Redaksi Sinar Grafika.2008.Amandemen UU Pemerintah Daerah 2008. Jakarta :Sinar Grafika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar