BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa sangat penting dalam
komunikasi baik tertulis maupun tak tertulis. Sehingga penggunaannya harus
berdasar pada kebahasaan dan perbendaharaan kata yang kaya dan lengkap. Begitu
juga dengan bahasa Indonesia yang merupakan milik bangsa Indonesia merupakan
alat komunikasi yang efektif dan efisien dalam pemersatu bangsa ini.
Tata bahasa harus berlangsung
sesuai dengan kelaziman penggunaannya sehingga dapat diterima oleh semua
penggunanya yaitu tata bahasa yang baku. Tata bahasa baku merupakan bahasa yang
menjadi kelancaran dalam penggunaannya dan tidak bersifat mengekang bagi bahasa
yang bersangkutan. Bahasa mempunyai struktur dan bentuk yang menyusun sebuah
kata. Oleh karena itu ilmu morfologi bahasa yang mempelajari tentang struktur
dan bentuk kata sangat penting dipelajari oleh bangsa ini baik dari jenjang
bawah sampai jenjang atas.
Salah
satu bidang pengkajian bahasa Indonesia yang cukup menarik adalah bidang tata
bentukan atau morfologi. Bidang ini menarik untuk dikaji karena perkembangan
kata-kata baru yang muncul dalam pemakaian bahasa sering berbenturan dengan
kaidah-kaidah yang ada pada bidang tata bentukan ini. Oleh karena itu perlu
dikaji ruang lingkup tata bentukan ini agar ketidaksesuaian antara kata-kata yang
digunakan oleh para pemakai bahasa dengan kaidah tersebut tidak menimbulkan
kesalahan sampai pada tataran makna. Jika terjadi kesalahan sampai pada tataran
makna, hal itu akan mengganggu komunikasi yang berlangsung. Bila terjadi
gangguan pada kegiatan komunikasi maka gugurlah fungsi utama bahasa yaitu
sebagai alat komunikasi. Hal ini tidak boleh terjadi.
Salah
satu gejala dalam bidang tata bentukan kata dalam bahasa Indonesia yang
memiliki peluang permasalahan dan menarik untuk dikaji adalah proses morfofonemik
atau morfofonemis. Permasalahan dalam morfonemik cukup variatif, pertemuan
antara morfem dasar dengan berbagai afiks sering menimbulkan variasi-variasi
yang kadang membingungkan para pemakai bahasa. Sering timbul pertanyaan dari
pemakai bahasa, manakah bentukan kata yang sesuai dengan kaidah morfologi. Dan,
yang menarik adalah munculnya pendapat yang berbeda dari ahli bahasa yang satu
dengan ahli bahasa yang lain. Fenomena itulah yang menarik bagi kami untuk
melakukan pengkajian dan memaparkan masalah morfofonemik ini dalam makalah ini.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian morf dan morfem?
2. Apa penyebab terjadinya morfem?
3. Apa
saja Jenis morfem?
4. Bagaimana
alomorf dan penyebab terjadinya morfonemik?
5.
Bagaimana kata dan
kelas serta ciri mendasar masing-masing kelas kata?
1.3
Tujuan Masalah
1.
Untuk
mengetahui pengertian morf dan morfem
2.
Untuk
mengetahui penyebab terjadinya morfem
3.
Untuk
mengetahui jenis-jenis morfem
4.
Untuk
mengetahui alomorf dan penyebab terjadinya morfonemik
5.
Untuk
mengetahui kata dan kelas serta ciri mendasar dari masing-masing kelas kata
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian morf dan morfem
A. Morfem
Morfem adalah suatu bentuk bahasa yang tidak mengandung bagian-bagian
yang mirip dengan bentuk lain, baik bunyi maupun maknanya. (Bloomfield, 1974:
6). Morfem adalah unsur-unsur terkecil yang memiliki makna dalam tutur suatu
bahasa (Hookett dalam Sutawijaya, dkk.). Kalau dihubungkan dengan konsep satuan
gramatik, maka unsur yang dimaksud oleh Hockett itu, tergolong ke dalam
satuan gramatik yang paling kecil. Morfem, dapat juga
dikatakan unsur terkecil dari pembentukan kata dan
disesuaikan dengan aturan suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat
berbentuk imbuhan. Misalnya kata praduga memiliki dua morfem yaitu /pra/ dan
/duga/. Kata duga merupakan kata dasar penambahan morfem /pra/
menyebabkan perubahan arti pada kata duga.
Berdasarkan konsep-konsep di atas di atas dapat dikatakan bahwa morfem
adalah satuan gramatik yang terkecil yang mempunyai makna, baik makna leksikal
maupun makna gramatikal. Kata memperbesar misalnya, dapat kita
potong sebagai berikut mem-perbesarm per-besar.
Jika besar dipotong lagi, maka be- dan –sar
masing-masing tidak mempunyai makna. Bentuk seperti mem-, per-, dan besar
disebut morfem. Morfem yang dapat berdiri sendiri,
seperti besar, dinamakan morfem bebas, sedangkan yang
melekat pada bentuk lain, seperti mem- dan per-, dinamakan
morfem terikat. Contoh memperbesar di atas adalah satu kata yang
terdiri atas tiga morfem, yakni dua morfem terikat mem- dan per-
serta satu morfem bebas, besar.
B. Morf dan Alomorf
Morf dan
alomorf adalah dua buah nama untuk untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah
nama untuk sebuah bentuk yang belum diketahui statusnya (misal: {i} pada kenai);
sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui
statusnya . Dengan kata lain alomorf adalah perwujudan konkret (di dalam penuturan)
dari sebuah morfem. Jadi setiap morfem tentu mempunyai almorf, entah satu, dua,
atau enam buah. Contohnya, morfem meN- (dibaca: me nasal): me-, mem-
men-, meny-, meng-, dan menge-. Secara fonologis, bentuk me- berdistribusi,
antara lain, pada bentuk dasar yang fonem awalnya
konsonan /I/ dan /r/; bentuk mem- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem
awalnya konsonan /b/ dan juga /p/; bentuk men- berdistribusi pada bentuk dasar
yang fonem awalnya /d/ dan juga /t/; bentuk meny- berdistribusi pada bentuk
dasar yang fonem awalnya /s/; bentuk meng- berdistribusi pada bentuk dasar yang
fonem awalnya, antara lain konsonan /g/ dan /k/; dan bentuk menge-
berdistribusi pada bentuk dasar yang ekasuku, contohnya {menge}+{cat}=
mengecat. Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama
tersebut disebut alomorf.
2.2.
Penyebab Terjadinya Morfem
Berikut ini akan dibicarakan proses-proses morfem yang berkenaan dengan
afiksasi, ruduplikasi, komposisi dan juga tentang konversi dan modifikasi
intem, kiranya perlu jua dibicarakan produktifitas proses-proses morfemis itu.
a.
Afiksasi
Afiksasi
adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam proses
ini terlibat unsur-unsur, (1) Bentuk
dasar atau dasar adalah bentuk terkecil yang tidak dapat disegmentasikan
lagi. (2) Afiks adalah sebuah bentuk,
biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses
pembentukan kata.
b.
Reduplikasi
Reduplikasi
adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan,
secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi.
c.
Komposisi
Komposisi
adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dangan morfem dasar, baik
yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah kontruksi yang
memiliki identitas leksikal yang berbeda, atau yang baru.
d.
Konversi, Modifikasi Internal, dan Suplesi
Konversi
adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa
perubahan unsur segmental. Modifikasi internal (sering di sebut juga penambahan
internal atau perubahan internal) adalah proses pembentukan kata dengan
penambahan unsur-unsur (yang biasanya berupa vokal) ke dalam morfem yang
berkerangka tetap (yang biasanya berupa konsonan). Suplesi, dalam proses
suplesi perubahannya sangat ekstrem karena ciri-ciri bentuk dasar tidak atau
hampir tidak tampak lagi. Boleh dikatakan bentuk dasar itu.
e.
Pemendekan
Pemendekan adalah proses penanggalan
bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk
singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya.Dalam bahasa
Indonesia pemendekan ini menjadi sangat produktif adalah karena bahasa
indonesia sering kali tidak mempunyai kata untuk menyatakan suatu konsep yang
agak pelik atau sangat pelik.
f. Morfofonemik
` Morfofonemik, di sebut juga morfonemik, morfofonologi, atau
morfonologi, atau peristiwa berubanya wujud morfemis dalam suatu proses
morfologis, baik afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi. Bidang kajian
morfonologi atau morfofonemik ini, meskipun biasanya dibahas dalam tataran
morfologi, tetapi sebenarnya lebih banyak menyangkut masalah fonologi. Kajian
ini tidak dibicarakan dalam tataran fonologi karena masalahnya baru muncul
dalam kajian morfologi, terutama dalam proses afiksasi, reduplikasi, dan komposisi,
masalah morfofomemik ini tedapat hampir pada semua bahasa yang mengenal
proses-proses morfologis.
2.3. Jenis Morfem
A. Jenis
Morfem Berdasarkan Kemampuan Berdistribusi
Apabila diteliti lebih lanjut,
ternyata bentuk-bentuk linguistik antara satu dengan lainnya mempunyai sifat
tertentu dalam tuturan biasa. Bentuk-bentuk yang dapat dipakai secara
tersendiri dalam kalimat atau tuturan biasa disebut bentuk bebas atau free form atau free morpheme contohnya
kamu, mana ,bisinis,dan lain-lain.
Bentuk-
bentuk linguistik yang berkondisi tidak dapat berdiri sendiri itu biasanya
disebut sebagai bentuk terikat (bound form atau bound morpheme),contohnya
antara bentuk urus- dan –an pada kalimat selalu urusan bisinis tidak dapat disisipi bentuk lain apapun.
Sedangkan
bentuk yang masih mempunyai kebebasan dikatakan sebagai bentuk semibebas (semi-free
form atau semi free morpheme).
Bentuk yang
sangat terikat itu disebut bentuk unik atau unique
form atau unique morpheme, contohnya
kata balau pada kalimat Modelnya
kacau balau begini dari kuliah.
B. Jenis Morfem Berdasarkan Produktivitasnya
Bentuk-bentuk linguistik dapat dijeniskan atas dasar
kemampuannya membentuk kata-kata. Biasanya hanya dibatasipada morfem-morfem
terikat, khusunya afiks. Dalam bahasa
indonesia, ada morfem afiks yang sangat produktif membentuk kata-kata baru, ada
yang tak produktif, bahkan ada yang sedang cenderung produktif dan sedang
cenderung tak produktif. Misalnya morfem afiks {ke-an}
dapat membentuk kata baru : keterlaluan, keadilan, dan lain-lain. Kondisi yang sama dialami Afiks {-em-},{-el-},dan {-er-} pada kata gemetar, telunjuk, dan gerigi. Kata Samsuri dalam morfologi dan Pembentukan kata(1988:18) bahwa ketiga
afiks itu hanya mampu berproduksi saat dalam bahasa melayu dahulu,tetapi dalam
bahasa Indonesia sekarang sama sekali tidak produktif. Afiks produktif (productive affix) adalah morfem afiks
yang terus menerus mampu membentuk kata-kata baru. Afiks tak produktif (unproductive affix) adalah morfem afiks
yang sudah tidak mampu lagi membentuk kata-kata baru.
C. Jenis Morfem Berdasarkan Relasi Antar
Unsurnya
Morfem-morfem segmental dalam bahasa Indonesia, ada yang unsur-unsurnya
merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam pemakaiannya, tetapi ada
pula yang sebaliknya. Contoh dalam kalimat kesuksesan
selalu didambakan setiap manusia yang ingin maju. Kalimat itu terdiri atas
8 kata. Ada yang terdiri atas satu morfem (selalu,manusia,
yang,ingin, maju), yang terdiri atas dua morfem (kesuksesan, setiap), dan yang terdiri atas tiga morfem (didambakan). Dalam pemakaiannya,
unsur-unsur (dalam hal ini berupa fonem-fonem) yang membentuk morfem selalu, manusia, yang, inigin, maju, sukses,
damba, se-, di-, dan –kan merupakan deretan fonem yang tak terpisahkan
antara satu dengan lainnya. Morfem utuh adalah morfem yang
deretannya tidak terpisahkan. Morfem terbelah adalah morfem yang terpisah
dalam pemakaiannya, seperti {ke-an}.
D. Jenis Morfem Berdasarkan Sumbernya
Berdasarkan sumbernya, morfem bahasa Indonesia dapat
dikelompokkan atas morfem yang berasal dari bahsa Indonesia asli, morfem yang
berasal dari bahasa daerah yang berada di wilayah Indonesia, dan morfem yang
berasal dari bahasa asing.
Morfem afiks yang berasal dari bahasa Indonesia asli dapat digolongkan
menjadi empat kelompok, yaitu :prefiks,
infiks, sufiks, dan konfiks.
Yang tergolong prefiks adalah {meN-},{ber-},{peN-},dsb.
Yang tergolong infiks adalah {-el-}, {-em-}, dan {-er-}. Yang tergolong sufiks
adalah {-an},{-kan},dan {-i}
Yang tergolong konfiks adalah
{pe-an}, {ke-an}, {per-an}.
Morfem afiks
seperti {ke-} dalam ketawa, {pra-} dalam prasangka, {-wan} dalam peragawan,
{bi-} dalam bilingual, {non-} dalam nonpolitik adalah morfem afiks serapan yang
dipakai dalam bahasa Indonesia.
Apabila
morfem afiks yang berasal dari dari bahasa Indonesia asli hanya mempunyai arti
gramatikal saja, maka afiks asing yang masuk kedalam bahasa Indonesia pun harus
demikian.
Dilihat dari
distribusinya, apabila afiks {peN-an} misalnya, mampu melekat pada bentuk dasar
dari bahasa Indonesia asli dan bentuk dasar serapan, maka afiks asing yang
masuk kedalam bahsa Indonesia pun relatif harus mempunyai kemampuan demikian.
Bentuk {-is} dalam pancasilais dan {-isasi} dalam turinisasi menunjukkan bahwa afiks asing itu telah menjadi keluarga
bahasa Indonesia sebab afiks itu telah mampu melekat pada bentuk dasar bahasa
Indonesia asli.
E. Jenis Morfem Berdasarkan
Jumlah Fonem Yang Menjadi Unsurnya
Dilihat dari jumlahnya, morfem-morfem itu ada yang berunsur satu fonem,
tetapi ada juga yang berunsur lebih dari satu fonem.
a. Morfem yang berunsur satu fonem disebut monofonemis. Misalnya morfem {-i} dalam memtiki
dan {a-} dalam amoral.
b. Morfem yang berunsur lebih dai satu fonem disebut polifonemis. Misalnya {an-}, {di-}, {ke-} (dua
fonem), {ber-}, {meN-}, {dua}. {itu}, {api} (tiga fonem), {satu}, {daki}(empat
fonem), {serta}, {makin} (lima fonem), {bentuk}, {sambil}(enam fonem),
{cokelat}, (tujuh fonem), {semboyan}, {kerontang} (delapan fonem), {penasaran},
{sederhana} (Sembilan fonem), {malapetaka} (sepuluh fonem).
c. Secara konkret, morfem yang monofonemis itu hanyalah morfem afiks,
sedangkan morfem-morfem yang berjenis lain belum ada yang monofonemis.
F. Jenis Morfem Berdasarkan
Keterbukaannya Bergabung Dengan Morfem Lain
Dalam pemakaiannya, morfem-morfem
bahasa indonesia ada yang mempunyai kemungkinan bergabung dengan morfem lain,
tetapi ada juga yang tidak.
Kata-kata benda yang dapat dipakai
sebagai alat untuk melakukan pekerjaan, misalnya paku, bajak, jarum dan tongkat,
mempunyai sifat keterbukaan yang berbeda. Kata paku dan bajak dapat
dibentuk menjadi konstruksi yang lebih besar dengan membubuhkan afiks {meN-}
dan {di-} sehingga menjadi memaku,
dipaku, membajak dan dipajak. Akan
tetapi, untuk membentuk konsep ‘melakukan pekerjan dengan alat jarum’ dan
‘melakukan pekerjaan dengan alat tongkat’, penutur bahasa indonesia belum
pernah terdengar menggunakan konstruksi “menjarum
dan menongkat”. Konsep itu hanya
dapat menggunakan bentuk urai, misalnya menjahit
dengan jarum dan memukul dengan
tongkat. Oleh sebab itu, bentuk paku dan
bajak dikatakan sebagai bentuk
terbuka, sedangkan bentuk jarum dan tongkat dikatakan sebagai bentuk tertutup.
G. Jenis Morfem
Berdasarkan Bermakna Tidaknya
Atas dasar bermakna
tidaknya morfem, ia bisa dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok
yang bermakna dan kelompok yang tidak bermakna.
·
Morfem kelompok
bermakna : sesuai dengan namanya –selalu bermakna, maknanya bisa dicari dalam
kamus=kamus umum. Contohnya: lapar, lapor, kuda, merah, dll. Karena morfemnya
langsung bermakna dan maknanya bisa diperiksa dalam kamus, bisa juga disebut morfem leksikal.
d. Morfem kelompok tidak bermakna : memang tidak punya makna (sendri).
Contohnya {ter-}, {di-}, {peN-}, {se-}, {-i}, {-an}, {-el}, dll. Kelompok ini
baru diketahui maknanya bila sudah berada dalam konstruksi yang lebih besar,
atau dikatakan melekat pada bentuk- bentuk dasar, bentuk dari kelompok pertama.
Karena itulah, morfem-morfem ini disebut saja morfem gramatikal.
2.4 Alomorf dan Penyebab Terjadinya Morfonemik
Alomorf adalah istilah linguistik untuk variasi bentuk suatu morfem karena pengaruh lingkungan yang
dimasukinya. Variasi ini terjadi pada perubahan bunyi (fonologis) tanpa perubahan makna. Dalam bahasa Indonesia, contoh alomorf adalah pada
morfem ber- (ber-, be-, dan bel-) serta me- (me-, mem-, men-, meng-, dan
meny-). Alomorf merupakan bentuk dari morfem yang sudah diketahui statusnya.
Proses
Morfofonemik
Morfofonemis
adalah perubahan-perubahan fonem yang terjadi sebagai akibat pertemuan
(hubungan) morfem dengan morfem lain (Ramlan, 1987:83). Selain itu,
Kridalaksana (dalam Sutarna, 1989:4) mengungkapkan bahwa morfofonemik adalah
subsistem yang menghubungkan morfologi dan fonologi. Seperti diketahui
morfologi adalah cabang linguistik yang membahas hal tentang pembentukan kata,
sedangkan fonologi membicarakan seluk beluk bunyi bahasa dan
fonem. Adapun yang dibahas dalam morfofonemik ialah terjadinya
perubahan-perubahan fonem sebagai akibat bertemunya morfem yang satu dengan
morfem yang lain (proses morfologis). Proses berubahnya fonem (-fonem) sebagai
akibat proses morfologis tersebutlah yang disebut sebagai proses morfofonemik.
Dalam bahasa Indonesia proses morfofonemik hanya terjadi pada pertemuan mortem
dasar dengan morfem afiks, baik prefiks (awalan), infiks (sisipan), sufiks
(akhiran), maupun konfiks (afiks terbelah atau terbagi).
Proses
morfofonemik terbagi menjadi tiga, seperti diuraikan di bawah ini.
a.
Proses morfofonemik jenis penambahan fonem
Dalam
bahasa Indonesia cukup banyak morfem prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks yang
di dalam proses pembentukan kata mungkin menyebabkan munculnya fonem baru.
Untuk mengetahui ada atau tidaknya proses penambahan fonem pada proses
pembentukan kata bisa dilakukan dengan cara menghitung jumlah fonem
morfem-morfem yang bertemu dan jumlah fonem kata yang dihasilkannya. Jika
jumlah fonem kata jadiannya lebih banyak, jelas terjadi penambahan fonem.
Perhatikan contoh di bawah ini.
Morfem yang
bertemu: /me-/ + /baca/, jumlah fonemnya 6 buah
Kata
bentukannya: /membaca/, jumlah fonemnya 7 buah
Selisihnya:
7-6 = 1 buah
Jadi, ada
penambahan 1 fonem, yakni fonem /m/.
Untuk
mempermudah penganalisisan proses morfofonemik pada satuan kata, maka proses
perubahan fonem didasarkan atas kondisi tertentu dengan urutan sebagai berikut.
(1)
(Wujud) morfem afiksnya;
(2)
bentuk dasarnya;
(3)
fonem yang ditambahkan atau yang muncul; dan
(4)
contoh konkretnya.
Kondisi 1
(1)
Morfem afiksnya: /me-/, /pe-/
(2)
Bentuk dasarnya: berfonem awal: /b/, /f/, /p/ tak luluh
(3)
Fonem yang ditambahkan (muncul): /m/
(4)
Contoh : /me-/ + /bawa/ = /membawa/
/me-/ + /fitnah/ = /memfitnah/
/me-/ + /produksi/ = /memproduksi/
/me-/ + /perkara/ + /kan/ = /memperkarakan/
/pe-/ + /buat/ = /pembuat/
Kondisi 2
(1)
Morfem afiksnya: /me/, /pe-/
(2)
Bentuk dasarnya: berfonem awal: /d/, /s/, /t/ tak luluh
(3)
Fonem yang muncul: /n/
(4)
Contoh: /me-/ + /duga/ = /menduga/
/me-/ + /traktir/ = /mentraktir/
/pe-/ + /duduk/ = /penduduk/
Kondisi 3
(1)
Morfem afiksnya: /me-/, /pe-/
(2)
Bentuk dasarnya: berfonem awal: /c/, /j/
(3)
Fonem yang muncul: /n/
(4)
Contoh: /me-/ + /jauh/ = /menjauh/
/me-/ + /jarring/ = /menjaring/
/pe-/ + /jajah/ = /penjajah/
/me-/ + /cari/ = /mencari/
/pe-/ + /curi/ = /pencuri/
Kondisi 4
(1)
Morfem afiknya: /me-/, /pe-/
(2)
Bentuk dasarnya: berfonem awal: /g/, /h/, /x/, /vocal/, /k/ tak luluh
(3)
Fonem yang muncul: /ng/
(4)
Contoh: /me-/ + / gelar/ = /menggelar/
/me-/ + /xayal/ = /mengxayal/
/me-/ + /aku/ = /mengaku/
/me-/ + /hemat/ = /menghemat/
/me-/ + /kaji/ = /mengkaji/
/pe-/ + /ganggu/ = /pengganggu/
/pe-/ + /ikut/ = /pengikut/
Kondisi 5
(1)
Morfem afiksnya: /me-/, /pe-/
(2)
Bentuk dasarnya: satu suku kata (eka suku)
(3)
Fonem yang muncul: /nge/
(4)
Contoh: /me-/ + /bom/ = /mengebom/
/me-/ + /cat/ = /mengecat/
/pe-/ + /bor/ = /pengebor/
/pe-/ + /las/ = /pengelas/
Kondisi 6
(1)
Morfem afiksnya: /-an/, /ke-an/, /pe-an/, /per-an/, /ber-an/
(2)
Bentuk dasarnya: berakhir dengan /n/
(3)
Fonem yang muncul: bunyi luncuran /y/
(4)
Contoh: /tepi/ + /-an/ = /tepiyan/
/gali/ + /-an/ = /galiyan/
/ke-an/ + /seni/ = /keseniyan/
/pe-an/ + /lari/ = /pelariyan/
/per-an/ + /wali/ = /perwaliyan/
/ber-an/ + /lari/ = /berlariyan/
Kondisi 7
(1)
Morfem afiksnya: /-an/, /ke-an/, /per-an/
(2)
Bentuk dasarnya: berakhiran fonem /u/, /o/
(3)
Fonem yang muncul: bunyi luncuran /w/
(4)
Contoh:
b.
Proses morfofonemik jenis penghilangan fonem
Proses
penghilangan fonem /N/ pada meN- dan peN- terjadi sebagai akibat pertemuan
morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /l, r, y, w,
dan nasal/. Terlihat seperti contoh di bawah ini.
meN-
+ lerai melerai
meN-
+ lupaakan melupakan
meN-
+ lestarikan melestarikan
meN-
+ ramalkan meramalkan
meN
+ rusakkan merusakkan
meN
+ resahkan meresahkan
meN
+ yakinkan meyakinkan
meN
+ wajibkan mewajibkan
meN-
+ wahyukan mewahyukan
meN-
+
wakili
mewakili
meN-
+ warisi
mewarisi
meN-
+ warnai
mewarnai
meN-
+ nyanyi
menyanyi
meN-
+ nganga menganga
meN-
+ merahi
memerahi
meN-
+ nalarkan menalarkan
peN-
+ lerai
pelerai
peN-
+
lupa
pelupa
Fonem /r/
pada morfem ber-, per-, dan ter- hilang sebagai akibat pertemuan morfem-morfem
itu dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /r/ dan bentuk dasar yang
suku pertamanya berakhir dengan /er/ misalnya;
ber- + rantai
berantai
ber- + revolusi
berevolusi
ber- + kerja
bekerja
ber- + serta
beserta
per- + ragakan
peragaan
per- +
ramping
peramping
ter- + rasa
terasa
ter- + rekam
terekam
Fonem-fonem
/p, t, s, k/ pada awal morfem hilang akibat pertemuan morfem meN- dan peN-
dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem-fonem itu. Seperti contoh di
bawah ini.
meN- + paksa
memaksa
meN- + tulis
menulis
meN- + sapu
menyapu
meN- + karang
mengarang
peN- + pangkas
pemangkas
peN- + tulis
penulis
peN- + sapu
penyapu
peN- + karang
pengarang
Pada kata memperagakan
dan menertawakan fonem /p/ dan /t/ yang merupakan fonem awal bentuk
dasar kata itu tidak hilang kaena fonem-fonem itu merupakan fonem awal afiks,
ialah afiks per- dan ter-, demikian juga pada kata-kata menterjemahkan,
mensuply, mengkoordinir, penterjemah, pensurvey, fonem-fonem /t,
s, k/ yang merupakan fonem awal bentuk dasar kata itu tidak hilang karena
bentuk dasar kata-kata itu berasal dari kata asing yang masih dipertahankan
keasingannya.
c. Proses morfofonemik jenis penggantian fonem
Proses
perubahan fonem, misalnya terjadi akibat pertemuan morfem meN- dan peN-
dengan bentuk dasarnya. Fonem /N/ pada kedua morfem itu berubah menjadi /m, n,
n, n/ hingga morfem meN- berubah menjadi mem-, men-, meny-, dan meng-.
Sementara itu, morfem peN- berubah menjadi pem-, pen-, peny-,
dan peng-. Perubahan-perubahan itu tergantung pada kondisi bentuk dasar
yang mengikutinya. Kaidah-kaidah perubahannya dapat diikhtisarkan sebagai
berikut.
1.
Fonem /N/ pada morfem meN- dan peN- berubah menjadi fonem/m/
apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan /p, b, f/.
meN-
+ paksa
memaksa
meN-
+ periksa
memeriksa
meN-
+ pukul
memukul
peN-
+ periksa
pemeriksa
peN-
+
pukul
pemukul
peN-
+ perkosa
pemerkosa
meN-
+
bantu
membantu
meN-
+ buru
memburu
meN-
+ bangun
membangun
peN-
+ bantu
pembantu
peN-
+ buru
pemburu
meN-
+ fitnah
memfitnah
meN-
+ fatwakan
memfatwakan
peN-
+ fitnah
pemfitnah
2.
Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi fonem /n/ apabila bentuk dasar
yang mengikutinya berawala dengan fonem /t, d, s,/. Fonem /s/ di sini hanya
khusus bagi beberapa bentuk dasar yang berasal dari bahasa asing yang masih
mempertahankan keasingannya. Misalnya :
meN-
+ tulis
menulis
meN-
+ tarik
menarik
peN-
+ tulis
penulis
peN-
+ tarik
penarik
meN-
+ datangkan
mendatangkan
meN-
+ duga
menduga
peN-
+ datang
pendatang
peN-
+ dapat
pendapat
meN-
+ support
mensuport
meN-
+
supply
mensupply
peN-
+ supply
pensupply
peN-
+ survey
pensurvey
3.
Fonem /n/ pada morfem meN- dan peN- berubah menjadi /n/ apabila bentuk dasar
yang mengikutinya berawal dengan / s,s,c,j/. Misalnya:
meN-
+ sapu
menyapu
meN-
+ sangkal
menyangkal
peN-
+ suluh
penyuluh
peN-
+ sumpah
penyumpah
meN-
+ syaratkan
mensyaratkan
meN-
+ syukuri
mensyukuri
meN-
+ cari
mencari
meN-
+ coba
mencoba
peN-
+ cukur
pencukur
peN-
+ cemas
pencemas
meN-
+ jadi
menjadi
meN-
+ jaga
menjaga
peN-
+ judi
penjudi
4.
Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi /n,/ apabila bentuk dasar yang
mengikutinya berawal dengan fonem/ k, g, x, h, dan vocal/. Misalnya :
meN-
+
kacau
mengacau
meN-
+ kutip
mengutip
peN-
+ kacau
pengacau
peN-
+ karang
pengarang
meN-
+ garis
menggaris
meN-
+ giatkan
menggiatkan
peN-
+ garis
penggaris
peN-
+ gerak
penggerak
meN-
+ khayalkan
mengkhayalkan
meN-
+ khitankan
mengkhitankan
peN-
+ khianat
pengkhianat
peN-
+ khayal
pengkhayal
meN -
+ habiskan
menghabiskan
meN-
+ haruskan
mengharuskan
peN-
+ hias
penghias
peN-
+ halau
penghalau
meN-
+ angkut
mengangkut
meN-
+ edarkan
mengedarkan
meN-
+ ikat
mengikat
peN-
+ angkut
pengangkut
peN-
+
edar
pengedar
5.
Pada kata mengebom, mengecat, mengelas, mengebur, pengebom, pengecat, juga
terdapat proses morfofonemik yang berupa perubahan, ialah perubahan fonem /N/
menjadi /n,/:
meN-
+ bom
mengebom
meN-
+ las
mengelas
peN-
+ bom
pengebom
peN-
+ cat
pengecat
Di samping
proses perubahan, pada kata-kata itu terjadi juga proses penambahan, ialah
penambahan fonem/ e/.
6.
Fonem /r/ pada morfem ber- dan per- mengalami perubahan menjadi /l/ sebagai
akibat pertemuan morfem tersebut dengan bentuk dasarnya yang berupa morfem ajar
:
Ber-
+ ajar
belajar
Per-
+ ajar
pelajar
7.
Fonem /?/ pada morfem-morfem duduk /dudu?/, rusak /rusa?/, petik /, peti?, dan
sebagainya, berubah menjadi /k/ sebagai akibat pertemuan morfem-morfem itu
dengan morfem ke- an, peN-an, dan –i. seperti contoh di bawah
ini.
Ke-an
+ duduk/dudu?/
kedudukan/kedudukan/
Ke-an
+ rusak
/rusa?/ kerusakan/kᵊrusakan
/
peN- an +
duduk/dudu?/
pendudukan/pendudukan
peN- an + petik/peti?/
pemetikan/
-i +
duduk/dudu?
Duduki/duduki/
-i +
rusak/rusa?/ rusaki/rusaki
-i
+ petik/peti?
Petiki/petiki/
2.5. Kata dan kelas
serta ciri mendasar masing-masing kelas kata
Pembentukan kata ini mempunyai dua
sifat, yaitu membentuk kata-kata yang inflektif, dan kedua yang bersifat
derivatif. Apa yang dimaksud dengan inflektif dan derivatif akan dibicarakan
berikut ini.
1). Inflektif
Kata-kata dalam bahasa-bahasa
berfleksi, seprti bahasa arab, bahasa latin, bahasa sansekerta, untuk dapat
digunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan
kategori-kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa itu.
2). Derifatif
Pembentukan kata secara derivatif
adalah membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan
kata dasarnya, contoh dalam bahasa indonesia dapat diberikan, misalnya, dari
kata air yang berkelas nomina dibentuk menjadi mengairi yang berkelas
verba: dari kata makan yang berkelas verba dibentuk kata makanan yang
berkelas nomina.
Tabel 1
Perubahan Kata Dasar Menjadi Kata
Turunan
yang Mengandung Berbagai Arti
Kata Dasar
|
Pelaku
|
Proses
|
Hal/Tempat
|
Perbuatan
|
Hasil
|
Asuh
baca
bangun
buat
cetak
edar
potong
sapu
tulis
ukir
|
pengasuh
pembaca
pembangun
pembuat
pencetak
pengedar
pemotong
penyapu
penulis
pengukir
|
Pengasuhan
pembacaan
pembangunan
pembuatan
pencetakan
pengedaran
pemotongan
penyapuan
penulisan
pengukiran
|
perbuatan
percetakan
peredaran
perpotongan
persapuan
|
mengasuh
membaca
membangun
membuat
mencetak
mengedar
memotong
menyapu
menulis
mengukir
|
asuhan
bacaan
bangunan
buatan
cetakan
edaran
potongan
sapuan
tulisan
ukiran.
|
Dalam tabel 1 itu terlihat perubahan
kata dasar menjadi kata turunan selain mengubah bentuk, juga mengubah makna.
Selanjutnya, perubahan makna mengakibatkan perubahan jenis atau kelas kata.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Morf
adalah nama untuk sebuah bentuk yang belum diketahui statusnya (misal: {i} pada
kenai). Morfem adalah satuan gramatik yang terkecil yang mempunyai
makna, baik makna leksikal maupun makna gramatikal.Proses-proses morfem yang
berkenaan dengan afiksasi, ruduplikasi, komposisi dan juga tentang konversi dan
modifikasi intem. Jenis morfem antara
lain morfem berdasarkan kemmapuan berdistribusi, morfem berdasarkan
produktivitasnya, morfem berdasarkan relasi antar unsurnya, morfem berdasarkan
sumbernya, morfem berdasarkan jumlah fonem yang menjadi unsurnya, morfem
berdasarkan keterbukaannya bergabung dengan morfem lain
Alomorf adalah istilah linguistik untuk variasi bentuk suatu morfem karena pengaruh lingkungan yang
dimasukinya.Variasi ini terjadi pada perubahan bunyi (fonologis) tanpa perubahan makna. Dalam bahasa Indonesia, contoh alomorf adalah pada morfem ber-
(ber-, be-, dan bel-) serta me- (me-, mem-, men-, meng-, dan meny-). Alomorf
merupakan bentuk dari morfem yang sudah diketahui statusnya.Morfofonemis adalah perubahan-perubahan fonem yang terjadi sebagai akibat
pertemuan (hubungan) morfem dengan morfem lain. Pembentukan
kata ini mempunyai dua sifat, yaitu membentuk kata-kata yang inflektif, dan
kedua yang bersifat derivatif.
3.2
Saran
Dalam mempelajari makalah ini
diharapkan dapat mengetahui dan memahami tentang morfologi. Dapat mengerti
tentang morf dan morfem, penyebab terjadinya
morfem, jenis morfem, alomorf dan penyebab terjadinya morfonemik, kata dan
kelas serta ciri mendasar masing-masing kelas kata..Mudah-mudahan
makalah ini dapat dijadikan suatu manfaat bagi penulis dan pembaca pada
umumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar