Jumat, 12 Desember 2014

MORFEM



BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Bahasa sangat penting dalam komunikasi baik tertulis maupun tak tertulis. Sehingga penggunaannya harus berdasar pada kebahasaan dan perbendaharaan kata yang kaya dan lengkap. Begitu juga dengan bahasa Indonesia yang merupakan milik bangsa Indonesia merupakan alat komunikasi yang efektif dan efisien dalam pemersatu bangsa ini.
Tata bahasa harus berlangsung sesuai dengan kelaziman penggunaannya sehingga dapat diterima oleh semua penggunanya yaitu tata bahasa yang baku. Tata bahasa baku merupakan bahasa yang menjadi kelancaran dalam penggunaannya dan tidak bersifat mengekang bagi bahasa yang bersangkutan. Bahasa mempunyai struktur dan bentuk yang menyusun sebuah kata. Oleh karena itu ilmu morfologi bahasa yang mempelajari tentang struktur dan bentuk kata sangat penting dipelajari oleh bangsa ini baik dari jenjang bawah sampai jenjang atas.
Salah satu bidang pengkajian bahasa Indonesia yang cukup menarik adalah bidang tata bentukan atau morfologi. Bidang ini menarik untuk dikaji karena perkembangan kata-kata baru yang muncul dalam pemakaian bahasa sering berbenturan dengan kaidah-kaidah yang ada pada bidang tata bentukan ini. Oleh karena itu perlu dikaji ruang lingkup tata bentukan ini agar ketidaksesuaian antara kata-kata yang digunakan oleh para pemakai bahasa dengan kaidah tersebut tidak menimbulkan kesalahan sampai pada tataran makna. Jika terjadi kesalahan sampai pada tataran makna, hal itu akan mengganggu komunikasi yang berlangsung. Bila terjadi gangguan pada kegiatan komunikasi maka gugurlah fungsi utama bahasa yaitu sebagai alat komunikasi. Hal ini tidak boleh terjadi.
Salah satu gejala dalam bidang tata bentukan kata dalam bahasa Indonesia yang memiliki peluang permasalahan dan menarik untuk dikaji adalah proses morfofonemik atau morfofonemis. Permasalahan dalam morfonemik cukup variatif, pertemuan antara morfem dasar dengan berbagai afiks sering menimbulkan variasi-variasi yang kadang membingungkan para pemakai bahasa. Sering timbul pertanyaan dari pemakai bahasa, manakah bentukan kata yang sesuai dengan kaidah morfologi. Dan, yang menarik adalah munculnya pendapat yang berbeda dari ahli bahasa yang satu dengan ahli bahasa yang lain. Fenomena itulah yang menarik bagi kami untuk melakukan pengkajian dan memaparkan masalah morfofonemik ini dalam makalah ini.

1.2   Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian morf dan morfem?
2.      Apa  penyebab terjadinya morfem?
3.      Apa saja Jenis morfem?
4.      Bagaimana alomorf dan penyebab terjadinya morfonemik?
5.      Bagaimana kata dan kelas serta ciri mendasar masing-masing kelas kata?

1.3   Tujuan Masalah

1.      Untuk mengetahui pengertian morf dan morfem
2.      Untuk mengetahui penyebab terjadinya morfem
3.      Untuk mengetahui jenis-jenis morfem
4.      Untuk mengetahui alomorf dan penyebab terjadinya morfonemik
5.      Untuk mengetahui kata dan kelas serta ciri mendasar dari masing-masing kelas kata

























BAB II
PEMBAHASAN
2.1.  Pengertian morf dan morfem
A. Morfem
Morfem adalah suatu bentuk bahasa yang tidak mengandung bagian-bagian yang mirip dengan bentuk lain, baik bunyi maupun maknanya. (Bloomfield, 1974: 6). Morfem adalah unsur-unsur terkecil yang memiliki makna dalam tutur suatu bahasa (Hookett dalam Sutawijaya, dkk.). Kalau dihubungkan dengan konsep satuan gramatik, maka unsur yang dimaksud oleh Hockett itu, tergolong  ke dalam satuan gramatik yang paling kecil. Morfem, dapat juga dikatakan unsur terkecil dari pembentukan kata dan disesuaikan dengan aturan suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata praduga memiliki dua morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar penambahan morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada kata duga.
Berdasarkan konsep-konsep di atas di atas dapat dikatakan bahwa morfem adalah satuan gramatik yang terkecil yang mempunyai makna, baik makna leksikal maupun makna gramatikal. Kata memperbesar misalnya, dapat kita potong sebagai berikut mem-perbesarm per-besar.
Jika besar dipotong lagi, maka be- dan –sar masing-masing tidak mempunyai makna. Bentuk seperti mem-, per-, dan besar disebut morfem. Morfem yang dapat berdiri sendiri, seperti besar, dinamakan morfem bebas, sedangkan yang melekat pada bentuk lain, seperti mem- dan per-, dinamakan morfem terikat. Contoh memperbesar di atas adalah satu kata yang terdiri atas tiga morfem, yakni dua morfem terikat  mem- dan per- serta satu morfem bebas, besar.

B. Morf dan Alomorf   

Morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah nama untuk sebuah bentuk yang belum diketahui statusnya (misal: {i} pada kenai); sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui statusnya . Dengan kata lain alomorf adalah perwujudan konkret (di dalam penuturan) dari sebuah morfem. Jadi setiap morfem tentu mempunyai almorf, entah satu, dua, atau enam buah. Contohnya,  morfem meN- (dibaca: me nasal): me-, mem- men-, meny-, meng-, dan menge-. Secara fonologis, bentuk me- berdistribusi, antara lain, pada bentuk dasar yang fonem awalnya  konsonan /I/ dan /r/; bentuk mem- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /b/ dan juga /p/; bentuk men- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya /d/ dan juga /t/; bentuk meny- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya /s/; bentuk meng- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya, antara lain konsonan /g/ dan /k/; dan bentuk menge- berdistribusi pada bentuk dasar yang ekasuku, contohnya {menge}+{cat}= mengecat. Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama tersebut  disebut alomorf.
2.2. Penyebab Terjadinya Morfem
Berikut ini akan dibicarakan proses-proses morfem yang berkenaan dengan afiksasi, ruduplikasi, komposisi dan juga tentang konversi dan modifikasi intem, kiranya perlu jua dibicarakan produktifitas proses-proses morfemis itu.
a.    Afiksasi
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur, (1) Bentuk dasar atau dasar adalah bentuk terkecil yang tidak dapat disegmentasikan lagi. (2) Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata.
b.    Reduplikasi
Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi.
c.     Komposisi
Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dangan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah kontruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda, atau yang baru.
d.   Konversi, Modifikasi Internal, dan Suplesi
Konversi adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental. Modifikasi internal (sering di sebut juga penambahan internal atau perubahan internal) adalah proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (yang biasanya berupa vokal) ke dalam morfem yang berkerangka tetap (yang biasanya berupa konsonan). Suplesi, dalam proses suplesi perubahannya sangat ekstrem karena ciri-ciri bentuk dasar tidak atau hampir tidak tampak lagi. Boleh dikatakan bentuk dasar itu.
e.    Pemendekan
Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya.Dalam bahasa Indonesia pemendekan ini menjadi sangat produktif adalah karena bahasa indonesia sering kali tidak mempunyai kata untuk menyatakan suatu konsep yang agak pelik atau sangat pelik.
f.     Morfofonemik
`           Morfofonemik, di sebut juga morfonemik, morfofonologi, atau morfonologi, atau peristiwa berubanya wujud morfemis dalam suatu proses morfologis, baik afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi. Bidang kajian morfonologi atau morfofonemik ini, meskipun biasanya dibahas dalam tataran morfologi, tetapi sebenarnya lebih banyak menyangkut masalah fonologi. Kajian ini tidak dibicarakan dalam tataran fonologi karena masalahnya baru muncul dalam kajian morfologi, terutama dalam proses afiksasi, reduplikasi, dan komposisi, masalah morfofomemik ini tedapat hampir pada semua bahasa yang mengenal proses-proses morfologis.
2.3.  Jenis Morfem
A. Jenis Morfem Berdasarkan Kemampuan Berdistribusi
Apabila diteliti lebih lanjut, ternyata bentuk-bentuk linguistik antara satu dengan lainnya mempunyai sifat tertentu dalam tuturan biasa. Bentuk-bentuk yang dapat dipakai secara tersendiri dalam kalimat atau tuturan biasa disebut bentuk bebas atau free form atau free morpheme contohnya kamu, mana ,bisinis,dan lain-lain.
Bentuk- bentuk linguistik yang berkondisi tidak dapat berdiri sendiri itu biasanya disebut sebagai bentuk terikat (bound form atau  bound morpheme),contohnya antara bentuk urus-  dan  –an pada kalimat selalu urusan bisinis tidak dapat disisipi bentuk lain apapun.
Sedangkan bentuk yang masih mempunyai kebebasan dikatakan sebagai bentuk semibebas (semi-free form atau  semi free morpheme).
Bentuk yang sangat terikat itu disebut bentuk unik  atau unique form atau unique morpheme, contohnya kata balau pada  kalimat Modelnya kacau balau begini dari kuliah.

B. Jenis Morfem Berdasarkan Produktivitasnya
            Bentuk-bentuk linguistik dapat dijeniskan atas dasar kemampuannya membentuk kata-kata. Biasanya hanya dibatasipada morfem-morfem terikat, khusunya afiks.  Dalam bahasa indonesia, ada morfem afiks yang sangat produktif membentuk kata-kata baru, ada yang tak produktif, bahkan ada yang sedang cenderung produktif dan sedang cenderung tak produktif. Misalnya morfem afiks {ke-an} dapat membentuk kata baru : keterlaluan, keadilan, dan lain-lain. Kondisi yang sama dialami Afiks {-em-},{-el-},dan {-er-} pada kata gemetar, telunjuk, dan gerigi. Kata Samsuri dalam morfologi dan Pembentukan kata(1988:18) bahwa ketiga afiks itu hanya mampu berproduksi saat dalam bahasa melayu dahulu,tetapi dalam bahasa Indonesia sekarang sama sekali tidak produktif. Afiks produktif (productive affix) adalah morfem afiks yang terus menerus mampu membentuk kata-kata baru. Afiks tak produktif (unproductive affix) adalah morfem afiks yang sudah tidak mampu lagi membentuk kata-kata baru.

C. Jenis Morfem Berdasarkan Relasi Antar Unsurnya

            Morfem-morfem segmental dalam bahasa Indonesia, ada yang unsur-unsurnya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam pemakaiannya, tetapi ada pula yang sebaliknya. Contoh dalam kalimat kesuksesan selalu didambakan setiap manusia yang ingin maju. Kalimat itu terdiri atas 8 kata. Ada yang terdiri atas satu morfem (selalu,manusia, yang,ingin, maju), yang terdiri atas dua morfem (kesuksesan, setiap), dan yang terdiri atas tiga morfem (didambakan). Dalam pemakaiannya, unsur-unsur (dalam hal ini berupa fonem-fonem) yang membentuk morfem selalu, manusia, yang, inigin, maju, sukses, damba, se-, di-, dan –kan merupakan deretan fonem yang tak terpisahkan antara satu dengan lainnya. Morfem utuh adalah morfem yang deretannya tidak terpisahkan. Morfem terbelah adalah morfem yang terpisah dalam pemakaiannya, seperti {ke-an}.

D. Jenis Morfem Berdasarkan Sumbernya       
            Berdasarkan sumbernya, morfem bahasa Indonesia dapat dikelompokkan atas morfem yang berasal dari bahsa Indonesia asli, morfem yang berasal dari bahasa daerah yang berada di wilayah Indonesia, dan morfem yang berasal dari bahasa asing.
                  Morfem afiks yang berasal dari bahasa Indonesia asli dapat digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu :prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks.
         Yang tergolong prefiks adalah {meN-},{ber-},{peN-},dsb. Yang tergolong infiks adalah {-el-}, {-em-}, dan {-er-}. Yang tergolong sufiks adalah {-an},{-kan},dan {-i}
Yang tergolong konfiks adalah {pe-an}, {ke-an}, {per-an}.
                  Morfem afiks seperti {ke-} dalam ketawa, {pra-} dalam prasangka, {-wan} dalam peragawan, {bi-} dalam bilingual, {non-} dalam nonpolitik adalah morfem afiks serapan yang dipakai dalam bahasa Indonesia.
                  Apabila morfem afiks yang berasal dari dari bahasa Indonesia asli hanya mempunyai arti gramatikal saja, maka afiks asing yang masuk kedalam bahasa Indonesia pun harus demikian.
                  Dilihat dari distribusinya, apabila afiks {peN-an} misalnya, mampu melekat pada bentuk dasar dari bahasa Indonesia asli dan bentuk dasar serapan, maka afiks asing yang masuk kedalam bahsa Indonesia pun relatif harus mempunyai kemampuan demikian. Bentuk {-is} dalam pancasilais dan {-isasi} dalam turinisasi menunjukkan bahwa afiks asing itu telah menjadi keluarga bahasa Indonesia sebab afiks itu telah mampu melekat pada bentuk dasar bahasa Indonesia asli.

E. Jenis Morfem Berdasarkan Jumlah Fonem Yang Menjadi Unsurnya

            Dilihat dari jumlahnya, morfem-morfem itu ada yang berunsur satu fonem, tetapi ada juga yang berunsur lebih dari satu fonem.
a.       Morfem yang berunsur satu fonem disebut monofonemis. Misalnya morfem {-i} dalam memtiki dan {a-} dalam amoral.
b.      Morfem yang berunsur lebih dai satu fonem disebut polifonemis. Misalnya {an-}, {di-}, {ke-} (dua fonem), {ber-}, {meN-}, {dua}. {itu}, {api} (tiga fonem), {satu}, {daki}(empat fonem), {serta}, {makin} (lima fonem), {bentuk}, {sambil}(enam fonem), {cokelat}, (tujuh fonem), {semboyan}, {kerontang} (delapan fonem), {penasaran}, {sederhana} (Sembilan fonem), {malapetaka} (sepuluh fonem).
c.       Secara konkret, morfem yang monofonemis itu hanyalah morfem afiks, sedangkan morfem-morfem yang berjenis lain belum ada yang monofonemis.



F. Jenis Morfem Berdasarkan Keterbukaannya Bergabung Dengan Morfem Lain
Dalam pemakaiannya, morfem-morfem bahasa indonesia ada yang mempunyai kemungkinan bergabung dengan morfem lain, tetapi ada juga yang tidak.
Kata-kata benda yang dapat dipakai sebagai alat untuk melakukan pekerjaan, misalnya paku, bajak, jarum dan tongkat, mempunyai sifat keterbukaan yang berbeda. Kata paku dan bajak dapat dibentuk menjadi konstruksi yang lebih besar dengan membubuhkan afiks {meN-} dan {di-} sehingga menjadi memaku, dipaku, membajak dan dipajak. Akan tetapi, untuk membentuk konsep ‘melakukan pekerjan dengan alat jarum’ dan ‘melakukan pekerjaan dengan alat tongkat’, penutur bahasa indonesia belum pernah terdengar menggunakan konstruksi “menjarum dan menongkat”. Konsep itu hanya dapat menggunakan bentuk urai, misalnya menjahit dengan jarum dan memukul dengan tongkat. Oleh sebab itu, bentuk paku dan bajak dikatakan sebagai bentuk terbuka, sedangkan bentuk jarum dan tongkat dikatakan sebagai bentuk tertutup.


G. Jenis Morfem Berdasarkan Bermakna Tidaknya
Atas dasar bermakna tidaknya morfem, ia bisa dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok yang bermakna dan kelompok yang tidak bermakna.
·         Morfem kelompok bermakna : sesuai dengan namanya –selalu bermakna, maknanya bisa dicari dalam kamus=kamus umum. Contohnya: lapar, lapor, kuda, merah, dll. Karena morfemnya langsung bermakna dan maknanya bisa diperiksa dalam kamus, bisa juga disebut morfem leksikal.
d.      Morfem kelompok tidak bermakna : memang tidak punya makna (sendri). Contohnya {ter-}, {di-}, {peN-}, {se-}, {-i}, {-an}, {-el}, dll. Kelompok ini baru diketahui maknanya bila sudah berada dalam konstruksi yang lebih besar, atau dikatakan melekat pada bentuk- bentuk dasar, bentuk dari kelompok pertama. Karena itulah, morfem-morfem ini disebut saja morfem gramatikal.

2.4 Alomorf dan Penyebab Terjadinya Morfonemik

Alomorf adalah istilah linguistik untuk variasi bentuk suatu morfem karena pengaruh lingkungan yang dimasukinya. Variasi ini terjadi pada perubahan bunyi (fonologis) tanpa perubahan makna. Dalam bahasa Indonesia, contoh alomorf adalah pada morfem ber- (ber-, be-, dan bel-) serta me- (me-, mem-, men-, meng-, dan meny-). Alomorf merupakan bentuk dari morfem yang sudah diketahui statusnya.

Proses Morfofonemik
Morfofonemis adalah perubahan-perubahan fonem yang terjadi sebagai akibat pertemuan (hubungan) morfem dengan morfem lain (Ramlan, 1987:83). Selain itu, Kridalaksana (dalam Sutarna, 1989:4) mengungkapkan bahwa morfofonemik adalah subsistem yang menghubungkan morfologi dan fonologi. Seperti diketahui morfologi adalah cabang linguistik yang membahas hal tentang pembentukan kata, sedangkan fonologi membicarakan seluk beluk bunyi bahasa dan fonem. Adapun yang dibahas dalam morfofonemik ialah terjadinya perubahan-perubahan fonem sebagai akibat bertemunya morfem yang satu dengan morfem yang lain (proses morfologis). Proses berubahnya fonem (-fonem) sebagai akibat proses morfologis tersebutlah yang disebut sebagai proses morfofonemik. Dalam bahasa Indonesia proses morfofonemik hanya terjadi pada pertemuan mortem dasar dengan morfem afiks, baik prefiks (awalan), infiks (sisipan), sufiks (akhiran), maupun konfiks (afiks terbelah atau terbagi).
Proses morfofonemik terbagi menjadi tiga, seperti diuraikan di bawah ini.
a.    Proses morfofonemik jenis penambahan fonem
Dalam bahasa Indonesia cukup banyak morfem prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks yang di dalam proses pembentukan kata mungkin menyebabkan munculnya fonem baru. Untuk mengetahui ada atau tidaknya proses penambahan fonem pada proses pembentukan kata bisa dilakukan dengan cara menghitung jumlah fonem morfem-morfem yang bertemu dan jumlah fonem kata yang dihasilkannya. Jika jumlah fonem kata jadiannya lebih banyak, jelas terjadi penambahan fonem. Perhatikan contoh di bawah ini.
Morfem yang bertemu: /me-/ + /baca/, jumlah fonemnya 6 buah
Kata bentukannya: /membaca/, jumlah fonemnya 7 buah
Selisihnya: 7-6 = 1 buah
Jadi, ada penambahan 1 fonem, yakni fonem /m/.
Untuk mempermudah penganalisisan proses morfofonemik pada satuan kata, maka proses perubahan fonem didasarkan atas kondisi tertentu dengan urutan sebagai berikut.
(1)     (Wujud) morfem afiksnya;
(2)     bentuk dasarnya;
(3)     fonem yang ditambahkan atau yang muncul; dan
(4)     contoh konkretnya.
Kondisi 1
(1)   Morfem afiksnya: /me-/, /pe-/
(2)   Bentuk dasarnya: berfonem awal: /b/, /f/, /p/ tak luluh
(3)   Fonem yang ditambahkan (muncul): /m/
(4)   Contoh : /me-/ + /bawa/ = /membawa/
/me-/ + /fitnah/ = /memfitnah/
/me-/ + /produksi/ = /memproduksi/
/me-/ + /perkara/ + /kan/ = /memperkarakan/
/pe-/ + /buat/ = /pembuat/
Kondisi 2
(1)   Morfem afiksnya: /me/, /pe-/
(2)   Bentuk dasarnya: berfonem awal: /d/, /s/, /t/ tak luluh
(3)   Fonem yang muncul: /n/
(4)   Contoh: /me-/ + /duga/ = /menduga/
/me-/ + /traktir/ = /mentraktir/
/pe-/ + /duduk/ = /penduduk/
Kondisi 3
(1)   Morfem afiksnya: /me-/, /pe-/
(2)   Bentuk dasarnya: berfonem awal: /c/, /j/
(3)   Fonem yang muncul: /n/
(4)   Contoh: /me-/ + /jauh/ = /menjauh/
/me-/ + /jarring/ = /menjaring/
/pe-/ + /jajah/ = /penjajah/
/me-/ + /cari/ = /mencari/
/pe-/ + /curi/ = /pencuri/
Kondisi 4
(1)   Morfem afiknya: /me-/, /pe-/
(2)   Bentuk dasarnya: berfonem awal: /g/, /h/, /x/, /vocal/, /k/ tak luluh
(3)   Fonem yang muncul: /ng/
(4)   Contoh: /me-/ + / gelar/ = /menggelar/
/me-/ + /xayal/ = /mengxayal/
/me-/ + /aku/ = /mengaku/
/me-/ + /hemat/ = /menghemat/
/me-/ + /kaji/ = /mengkaji/
/pe-/ + /ganggu/ = /pengganggu/
/pe-/ + /ikut/ = /pengikut/
Kondisi 5
(1)   Morfem afiksnya: /me-/, /pe-/
(2)   Bentuk dasarnya: satu suku kata (eka suku)
(3)   Fonem yang muncul: /nge/
(4)   Contoh: /me-/ + /bom/ = /mengebom/
/me-/ + /cat/ = /mengecat/
/pe-/ + /bor/ = /pengebor/
/pe-/ + /las/ = /pengelas/
Kondisi 6
(1)   Morfem afiksnya: /-an/, /ke-an/, /pe-an/, /per-an/, /ber-an/
(2)   Bentuk dasarnya: berakhir dengan /n/
(3)   Fonem yang muncul: bunyi luncuran /y/
(4)   Contoh: /tepi/ + /-an/ = /tepiyan/
/gali/ + /-an/ = /galiyan/
/ke-an/ + /seni/ = /keseniyan/
/pe-an/ + /lari/ = /pelariyan/
/per-an/ + /wali/ = /perwaliyan/
/ber-an/ + /lari/ = /berlariyan/
Kondisi 7
(1)   Morfem afiksnya: /-an/, /ke-an/, /per-an/
(2)   Bentuk dasarnya: berakhiran fonem /u/, /o/
(3)   Fonem yang muncul: bunyi luncuran /w/
(4)   Contoh:

b.   Proses morfofonemik jenis penghilangan fonem
Proses penghilangan fonem /N/ pada meN- dan peN- terjadi sebagai akibat pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /l, r, y, w, dan  nasal/. Terlihat seperti contoh di bawah ini.
meN-   + lerai      melerai
meN-   + lupaakan         melupakan
meN-   + lestarikan        melestarikan
meN-   + ramalkan         meramalkan
meN    + rusakkan         merusakkan
meN    + resahkan          meresahkan
meN    + yakinkan         meyakinkan
meN    + wajibkan         mewajibkan
meN-   + wahyukan       mewahyukan
meN-   + wakili              mewakili
meN-   + warisi              mewarisi
meN-   + warnai             mewarnai
meN-   + nyanyi             menyanyi
meN-   + nganga            menganga
meN-   + merahi             memerahi
meN-   + nalarkan          menalarkan
peN-    + lerai                 pelerai
peN-    + lupa                 pelupa
Fonem /r/ pada morfem ber-, per-, dan ter- hilang sebagai akibat pertemuan morfem-morfem itu dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /r/ dan bentuk dasar yang suku pertamanya berakhir dengan /er/ misalnya;
            ber-     + rantai                         berantai
            ber-      + revolusi                    berevolusi
            ber-      + kerja                         bekerja
            ber-      + serta                                     beserta
            per-      + ragakan                    peragaan
            per-      + ramping                    peramping
            ter-       + rasa                           terasa
            ter-       + rekam                       terekam
Fonem-fonem /p, t, s, k/ pada awal morfem hilang akibat pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem-fonem itu. Seperti contoh di bawah ini.
            meN-   + paksa                        memaksa
            meN-   + tulis                          menulis
            meN-   + sapu                          menyapu
            meN-   + karang                      mengarang
            peN-    + pangkas                    pemangkas
            peN-    + tulis                          penulis
            peN-    + sapu                          penyapu
            peN-    + karang                      pengarang
Pada kata memperagakan dan menertawakan fonem /p/ dan /t/ yang merupakan fonem awal bentuk dasar kata itu tidak hilang kaena fonem-fonem itu merupakan fonem awal afiks, ialah afiks per- dan ter-, demikian juga pada kata-kata menterjemahkan, mensuply, mengkoordinir, penterjemah, pensurvey, fonem-fonem /t, s, k/ yang merupakan fonem awal bentuk dasar kata itu tidak hilang karena bentuk dasar kata-kata itu berasal dari kata asing yang masih dipertahankan keasingannya.

c.  Proses morfofonemik jenis penggantian fonem
Proses perubahan fonem, misalnya terjadi akibat pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasarnya. Fonem /N/ pada kedua morfem itu berubah menjadi /m, n, n, n/ hingga morfem meN- berubah menjadi mem-, men-, meny-, dan meng-. Sementara itu, morfem peN- berubah menjadi pem-, pen-, peny-, dan peng-. Perubahan-perubahan itu tergantung pada kondisi bentuk dasar yang mengikutinya. Kaidah-kaidah perubahannya dapat diikhtisarkan sebagai berikut.
1.    Fonem /N/ pada morfem meN- dan peN- berubah menjadi fonem/m/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan /p, b, f/.
meN-      + paksa                        memaksa
meN-      + periksa                      memeriksa
meN-      + pukul                        memukul
peN-       + periksa                      pemeriksa
peN-       + pukul                        pemukul
peN-       + perkosa                     pemerkosa
meN-      + bantu                        membantu
meN-      + buru                          memburu
meN-      + bangun                     membangun
peN-       + bantu                        pembantu
peN-       + buru                          pemburu
meN-      + fitnah                       memfitnah
meN-      + fatwakan                  memfatwakan
peN-       + fitnah                       pemfitnah
2.    Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi fonem /n/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawala dengan fonem /t, d, s,/. Fonem /s/ di sini hanya khusus bagi beberapa bentuk dasar yang berasal dari bahasa asing yang masih mempertahankan keasingannya. Misalnya :
meN-      + tulis                          menulis
meN-      + tarik                          menarik
peN-       + tulis                          penulis
peN-       + tarik                          penarik
meN-      + datangkan                mendatangkan
meN-      + duga                         menduga
peN-       + datang                      pendatang
peN-       + dapat                        pendapat
meN-      + support                     mensuport
meN-      + supply                      mensupply
peN-       + supply                      pensupply
peN-       + survey                      pensurvey
3.    Fonem /n/ pada morfem meN- dan peN- berubah menjadi /n/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan / s,s,c,j/. Misalnya:
meN-      + sapu                          menyapu
meN-      + sangkal                     menyangkal
peN-       + suluh                        penyuluh
peN-       + sumpah                     penyumpah
meN-      + syaratkan                  mensyaratkan
meN-      + syukuri                     mensyukuri
meN-      + cari                           mencari
meN-      + coba                          mencoba
peN-       + cukur                        pencukur
peN-       + cemas                       pencemas
meN-      + jadi                           menjadi
meN-      + jaga                          menjaga
peN-       + judi                           penjudi
4.    Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi /n,/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan fonem/ k, g, x, h, dan vocal/. Misalnya :
meN-      + kacau                        mengacau
meN-      + kutip                         mengutip
peN-       + kacau                        pengacau
peN-       + karang                      pengarang
meN-      + garis                         menggaris
meN-      + giatkan                     menggiatkan
peN-       + garis                         penggaris
peN-       + gerak                        penggerak
meN-      + khayalkan                 mengkhayalkan
meN-      + khitankan                 mengkhitankan
peN-       + khianat                     pengkhianat
peN-       + khayal                      pengkhayal
meN -     + habiskan                   menghabiskan
meN-      + haruskan                   mengharuskan
peN-       + hias                           penghias
peN-       + halau                        penghalau
meN-      + angkut                      mengangkut
meN-      + edarkan                    mengedarkan
meN-      + ikat                           mengikat
peN-       + angkut                      pengangkut
peN-       + edar                          pengedar
5.    Pada kata mengebom, mengecat, mengelas, mengebur, pengebom, pengecat, juga terdapat proses morfofonemik yang berupa perubahan, ialah perubahan fonem /N/ menjadi /n,/:
meN-      + bom                          mengebom
meN-      + las                             mengelas
peN-       + bom                          pengebom
peN-       + cat                            pengecat
Di samping proses perubahan, pada kata-kata itu terjadi juga proses penambahan, ialah penambahan fonem/ e/.
6.    Fonem /r/ pada morfem ber- dan per- mengalami perubahan menjadi /l/ sebagai akibat pertemuan morfem tersebut dengan bentuk dasarnya yang berupa morfem ajar :
Ber-        + ajar                           belajar
Per-        + ajar                           pelajar
7.    Fonem /?/ pada morfem-morfem duduk /dudu?/, rusak /rusa?/, petik /, peti?, dan sebagainya, berubah menjadi /k/ sebagai akibat pertemuan morfem-morfem itu dengan morfem ke- an, peN-an, dan –i. seperti contoh di bawah ini.
Ke-an     + duduk/dudu?/          kedudukan/kedudukan/
Ke-an     + rusak /rusa?/            kerusakan/kᵊrusakan    /
peN- an + duduk/dudu?/          pendudukan/pendudukan
peN- an  + petik/peti?/              pemetikan/
-i            + duduk/dudu?           Duduki/duduki/
-i            + rusak/rusa?/             rusaki/rusaki
-i            + petik/peti?                Petiki/petiki/

2.5. Kata dan kelas serta ciri mendasar masing-masing kelas kata
Pembentukan kata ini mempunyai dua sifat, yaitu membentuk kata-kata yang inflektif, dan kedua yang bersifat derivatif. Apa yang dimaksud dengan inflektif dan derivatif akan dibicarakan berikut ini.
1).  Inflektif
Kata-kata dalam bahasa-bahasa berfleksi, seprti bahasa arab, bahasa latin, bahasa sansekerta, untuk dapat digunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan kategori-kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa itu.
2).  Derifatif
Pembentukan kata secara derivatif adalah membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya, contoh dalam bahasa indonesia dapat diberikan, misalnya, dari kata air yang berkelas nomina dibentuk menjadi mengairi yang berkelas verba: dari kata makan yang berkelas verba dibentuk kata makanan yang berkelas nomina.
Tabel 1
Perubahan Kata Dasar Menjadi Kata Turunan
yang Mengandung Berbagai Arti
Kata Dasar
Pelaku
Proses
Hal/Tempat
Perbuatan
Hasil
Asuh
baca
bangun
buat
cetak
edar
potong
sapu
tulis
ukir
pengasuh
pembaca
pembangun
pembuat
pencetak
pengedar
pemotong
penyapu
penulis
pengukir
Pengasuhan
pembacaan
pembangunan
pembuatan
pencetakan
pengedaran
pemotongan
penyapuan
penulisan
pengukiran
perbuatan
percetakan
peredaran
perpotongan
persapuan
mengasuh
membaca
membangun
membuat
mencetak
mengedar
memotong
menyapu
menulis
mengukir
asuhan
bacaan
bangunan
buatan
cetakan
edaran
potongan
sapuan
tulisan
ukiran.
Dalam tabel 1 itu terlihat perubahan kata dasar menjadi kata turunan selain mengubah bentuk, juga mengubah makna. Selanjutnya, perubahan makna mengakibatkan perubahan jenis atau kelas kata.











BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Morf adalah nama untuk sebuah bentuk yang belum diketahui statusnya (misal: {i} pada kenai). Morfem adalah satuan gramatik yang terkecil yang mempunyai makna, baik makna leksikal maupun makna gramatikal.Proses-proses morfem yang berkenaan dengan afiksasi, ruduplikasi, komposisi dan juga tentang konversi dan modifikasi intem.  Jenis morfem antara lain morfem berdasarkan kemmapuan berdistribusi, morfem berdasarkan produktivitasnya, morfem berdasarkan relasi antar unsurnya, morfem berdasarkan sumbernya, morfem berdasarkan jumlah fonem yang menjadi unsurnya, morfem berdasarkan keterbukaannya bergabung dengan morfem lain
Alomorf adalah istilah linguistik untuk variasi bentuk suatu morfem karena pengaruh lingkungan yang dimasukinya.Variasi ini terjadi pada perubahan bunyi (fonologis) tanpa perubahan makna. Dalam bahasa Indonesia, contoh alomorf adalah pada morfem ber- (ber-, be-, dan bel-) serta me- (me-, mem-, men-, meng-, dan meny-). Alomorf merupakan bentuk dari morfem yang sudah diketahui statusnya.Morfofonemis adalah perubahan-perubahan fonem yang terjadi sebagai akibat pertemuan (hubungan) morfem dengan morfem lain. Pembentukan kata ini mempunyai dua sifat, yaitu membentuk kata-kata yang inflektif, dan kedua yang bersifat derivatif.

3.2  Saran
Dalam mempelajari makalah ini diharapkan dapat mengetahui dan memahami tentang morfologi. Dapat mengerti tentang morf dan morfem, penyebab terjadinya morfem, jenis morfem, alomorf dan penyebab terjadinya morfonemik, kata dan kelas serta ciri mendasar masing-masing kelas kata..Mudah-mudahan makalah ini dapat dijadikan suatu manfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar